Selasa, 26 Agustus 2008

Jurnalisme Dasar - Menghindari Konflik Kepentingan

Jurnalisme Dasar - Menghindari Konflik Kepentingan



[Artikel ini hanya untuk mereka yang sedang belajar tentang
dasar-dasar jurnalisme. Mereka yang sudah mahir bisa mengabaikannya. ]

Salah satu prinsip dasar dalam jurnalisme adalah menghindari "conflict
of interest" ketika seorang wartawan sedang meliput sebuah kasus.
Seorang wartawan juga sebaiknya menghindari potensi "conflict of
interest" di masa mendatang dalam kaitan dengan profesinya.

Contoh paling sederhana untuk menerapkan prinsip ini adalah
menghindari meliput berita menyangkut saudara atau teman dekat kita
yang sedang terlibat kasus. Kita bisa menyerahkan liputan itu kepada
teman kita lain, yang bebas dari kemungkinan bias atau kecenderungan
menjadi subyektif.

Menghindari "conflict of interest" seringkali penting tak hanya bagi
si wartawan, tapi juga bagi obyek berita. Seorang pejabat yang sedang
dihadapkan pada sebuah kasus, misalnya, seringkali lebih terbela oleh
wartawan yang tanpa-bias yang memberitakan apa adanya ketimbang ketika
kasusnya diliput oleh wartawan yang dikenal memiliki hubungan khusus
dengannya.

Cara lain adalah menghindari hubungan yang terlalu dekat dengan sumber
berita tertentu. "Terlalu dekat" memiliki pengertian yang relatif.
Tentu saja, seorang wartawan tidak bisa menjadi makhluk asosial, yang
tidak bergaul dan tidak punya teman. Pekerjaan kewartawanan seringkali
terbantu jika kita memiliki banyak teman baik, termasuk jika kita
dekat dengan pejabat anu dan jenderal ini. Namun, kita harus waspada
bahwa kedekatan semacam itu kadang memiliki harga yang harus dibayar:
independensi kita.

Memiliki teman dekat pejabat atau sumber berita terkenal adalah hal
yang wajar. Tapi, terlalu bangga memiliki teman seperti itu kadang
mengindikasikan hubungan khusus yang bisa menimbulkan "conflict of
interest".

Prinsip menghindari "conflict of interest" pula yang melandasi salah
satu elemen kode etik jurnalistik yang terkenal: wartawan seharusnya
menolak menerima amplop, pemberian dan fasilitas khusus.

Mudah untuk mengenali apakah pemberian atau fasilitas itu bersifat
khusus, antara lain dengan cara bertanya: apakah pemberian atau
fasilitas itu akan diberikan kepada kita jika kita bukan wartawan?
Jika jawabannya tidak, artinya pemberian itu berkatian dengan profesi
kita sebagai wartawan, maka itu masuk kategori pemberian dan fasilitas
khusus.

Tapi, apakah kita harus menolak semua bentuk pemberian dari sumber
berita? Pada prinsipnya harus menolak. Itu aturan umumnya. Tapi,
mungkin ada pengecualian dan ada nuansa yang harus dipertimbangkan.

Kode Etik Wartawan Indonesia tidak memberi batas jelas tentang besarnya pemberian yang harus ditolak. Namun, banyak yang sepakat bahwa pemberian dalam bentuk uang tunai harus ditolak. Lalu, bagaimana dengan pemberian dalam bentuk barang atau fasilitas lain?

Beberapa perusahaan pers di Indonesia mematok nilai tertentu:
wartawannya hanya diperbolehkan menerima pemberian barang yang
nilainya kurang dari Rp 200.000 misalnya. Patokan ini bisa berubah
dari waktu ke waktu karena mahal atau murah bisa dipengaruhi oleh inflasi.

Bagaimana dengan pemberian dalam bentuk makan dan minum gratis di
restoran atau akomodasi hotel dan perjalanan?

Sejumlah koran di Amerika dan Eropa tidak membolehkan wartawannya
menerima makan siang gratis atau biaya akomodasi perjalanan dan hotel.
Jika mereka menerima undangan meliput, koran bersangkutanlah yang
membiayai hotel, tiket, biaya makan dan uang saku si wartawan.

Media di Indonesia umumnya tidak melarang hal ini, suatu hal yang bisa
diperdebatkan sepanjang waktu, tapi inti masalahnya menyangkut prinsip
"conflict of interest" tadi.

Kode etik mengajarkan agar wartawan/media menghindari "conflict of
interest" sebisa mungkin. Pelanggaran terhadap prinsip ini tidak bisa
dijustifikasi oleh pernyataan seperti: "bukankah saya tetap bisa
menulis independen meski menerima pemberian atau fasilitas khusus?"

Anda tak bisa menghilangkan isu "conflict of interest" dengan menulis
independen atau memperlihatkan bahwa Anda bisa mengkritik si pemberi.
"Conflict of interest" tetap "conflict of interest", suatu hal yang
harus dihindari sebisa mungkin.

Jika justifikasi itu sedikit diperluas maka kita akan mengikuti logika
yang sudah pasti melanggar etika: "asal kita bisa menulis independen
maka kita boleh menerima uang dan pemberian sebesar apapun". Logika
yang keliru.

Prinsip ini juga berkaitan dengan kredibilitas berita. Kita boleh saja
berbusa-busa mengatakan bahwa kita independen dalam menulis. Tapi
publik tetap akan meragukan independensi kita jika mereka tahu kita
punya hubungan khusus atau menerima pemberian dari sumber berita.

Kata kunci dalam pernyataan di atas adalah "jika mereka tahu". Dan ini
terkait dengan konsep transparansi serta keterbukaan (full disclosure)
dalam jurnalisme. Seorang wartawan diwajibkan bersikap transparan dan
jujur kepada publik.

Jika seorang wartawan menerima amplop atau pemberian dari sumber
berita, beranikah dia menulis hal itu dalam berita yang ditulisnya?
Jika wartawan tidak berani, maka hendaknya dia menghindari sebisa
mungkin setiap pemberian.

"Conflict of interest" tidak hanya menyangkut pemberian, tapi juga
hubungan khusus seperti sudah disebut di atas. Ada kalanya wartawan
tidak sepenuhnya bisa menghindari "conflict of interest", misalnya
wartawan yang menulis analisis saham di bursa tapi dia memiliki saham
perusahaan tertentu. Dalam kaitan ini, sebaiknya wartawan menulis full
disclosure di bawah tulisannya: "penulis memiliki saham XYZ".

Media di Amerika atau Eropa juga kadang tak bisa menghindar dari
menulis hal-hal yang berkaitan dengan dirinya. Namun, umumnya mereka
cukup jujur mencantumkan full disclosure. Majalah Time, misalnya,
ketika menulis tentang perusahaan America Online akan membubuhkan
penjelasan langsung seperti ini: "America Online adalah sister company
Time dalam perusahaan induk bernama Time-Warner" .

Dengan cara ini, pembaca akan waspada bahwa ada potensi subyektifitas
dalam berita tentang America Online itu. Time secara jujur mengakui
kemungkinan adanya "conflict of interest", bahkan jika mereka
benar-benar menulisnya secara obyektif dan berimbang.

Jika Anda tak berani mencantumkan "penulis menerima uang dan fasilitas
dari sumber berita", sudah semestinya Anda menolak uang dan pemberian itu.

"Conflict of interest" harus dihindari sebisa mungkin. Bukan dicari
pembenarannya.

Jika seorang wartawan tak bisa memegang prinsip ini maka sebenarnya
dia kehilangan otoritas moral untuk menulis tentang korupsi para
pejabat, anggota DPR, penguasaha swasta, lembaga swadaya.

Cara terakhir untuk menghindari "conflict of interest" dalam kaitan
dengan pemberian uang, barang dan fasilitas adalah memiliki manajemen
keuangan pribadi yang bagus. Keinginan untuk memiliki independensi
profesional terkait dengan cara kita mengelola keuangan pribadi,
sehingga kita tetap bisa menikmati hidup tanpa menerima pemberian.

Kemiskinan dan gaji kecil tidak bisa menjadi dalih untuk menikmati dan
membenarkan" conflict of interest", atau memandang enteng pemberian dan
fasilitas.** *

belajar menulis

Selamat datang!
Buku ini sengaja disusun untuk menjadi teman kamu dalam belajar berjurnalistik.
Kegiatan jurnalistik sekarang tak lagi bisa dipisahkan dari kehidupan manusia modern.
Percaya?
Baik... untuk lebih meyakinkan kamu perhatikan gambar-gambar ini...

ada gamabar

Apa yang mereka lakukan?
Mereka membaca koran, membuka situs berita di internet, mendengarkan berita di radio, dan menonton liputan berita di televisi. Nah, dalam kegiatan-kegiatan itulah kita menikmati produk jurnalistik, yaitu BERITA, news. Berita merupakan hasil kegiatan jurnalistik yang dikerjakan oleh jurnalis atau wartawan.

Dalam hidup bermasyarakat, bisakah kita melepaskan diri dari kebutuhan akan berita? Tidak, kita tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan akan informasi, berita. Kita membutuhkan infomasi agar kita tahu peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita dan dunia. Kita membutuhkan berita yang terpercaya dan terbaik agar kita mampu menentukan sikap dan tindakan kita.

Bisa membayangkan pentingnya peranan jurnalistik itu? Jika masih belum bisa, sekarang bayangkan kalau peristiwa ‘kelaparan di kabupaten Yahokimo’, ……, ‘gempa bumi di kabupaten Nabire’ ….., ‘bentrok 16 Maret 2006’ dan lain-lain kalau tidak diberitakan sama sekali... bagaimana penanganan para korban bencana itu? Mereka membutuhkan bantuan secepatnya tapi karena tidak ada informasi beritanya tidak ada yang tahu.

Bukankah mereka akan semakin menderita. Adanya pemberitaan tentang kelaparan, gempa, bentrok tersebut mengundang para relawan dan dermawan untuk segera bertindak memberikan bantuan.

Jadi, kamu cerdas jika ingin mempelajari jurnalistik melalui buku ini. Sebab, dengan mempelajari jurnalistik kamu akan mempelajari banyak hal. Kamu bersama timmu bisa belajar membuat perencanaan kerja, penyusunan strategi, dan pembagian tugas.

Kamu bisa menempa keberanianmu mengadakan peliputan berita sampai mewawancarai narasumber yang belum kamu kenal. Kamu bisa mengasah ketrampilan menulismu.

Dan tentu, kamu juga bisa meningkatkan ketelitianmu dalam mengedit naskah berita. Ditambah lagi kamu bisa melatih kreativitasmu dalam menyajikan berita tersebut.

Lebih dari keuntungan-keuntungan itu semua, kamu akan belajar tentang tanggung jawab moral untuk menyajikan kebenaran dan membela kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Tanggung jawab moral yang kamu emban sebagai jurnalis itu merupakan suatu kebanggaan. Kebanggaan karena hanya sedikit pekerjaan yang memiliki tanggung jawab untuk loyal kepada masyarakat. Loyal dengan terus menerus menyajikan informasi akurat dan terpercaya kepada warga masyarakat agar dengan informasi tersebut mereka dapat membangun sebuah masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.
Menarik bukan? Memang menjadi jurnalis itu menarik dan menantang. Jika kamu ingin memasuki dunia satu itu, buku ini sengaja disusun sebagai teman kamu dalam berpetualang mengarungi dunia jurnalistik.
Ada dua bagian utama dalam buku teks ini, bagian pertama pengantar jurnalistik dan bagian kedua teknik atau prakteknya. Berikut ini penjelasannya.



Bagian Pertama Pengantar Jurnalistik

Pengantar akan membawamu untuk lebih mendalami dasar jurnalisme dan memperkuat pemahamanmu mengenai berita dan pemberitaan.
a. Jurnalisme
Seperti saat awal kita kenal teman baru, yang pertama tentu kita akan menyelidiki latar belakangnya dan karakternya. Nah, pengantar ini akan membawamu untuk berkenalan dengan dunia jurnalistik. Kamu dapat mempelajari pengertian, peran, dan prinsip-prinsip jurnalisme.
b. Berita
Dalam pengantar jurnalistik, kamu juga akan diperkenalkan dengan produk jurnalistik yaitu berita. Kamu bisa mempelajari soal hakikat berita, nilai-nilai berita dan macam-macam jenis pemberitaan di media massa.

Bagian Kedua Teknik Penyusunan Naskah Berita

Tapi, omong kosong jika kamu mempelajari jurnalistik tanpa berpraktek, bertindak. Oleh karena itu, buku ini akan membekalimu dengan empat teknik dasar pembuatan berita agar kamu lebih siap jadi jurnalis muda. Berikut ini teknik-teknik yang perlu kamu pelajari.

a. Teknik Perencanaan Perita
Disini, kita akan mempelajari tentang bagaimana cara merencanakan berita, apa saja yang perlu dipersiapkan untuk peliputan berita dan sebagainya. Tugas pokoknya tentu merencanakan tema, dan materi berita yang akan dimuat dalam media sekolahmu. Intinya kita mengadakan rapat redaksi.


b. Teknik Peliputan Berita
Tahapan ini mengharuskan kita untuk bertindak, memburu berita, mewawancarai narasumber, melakukan riset pustaka. Disini kamu mulai bertindak seperti wartawan, kamu harus meliput berita sesuai dengan perencanaan dalam rapat redaksi.

c. Teknik Penulisan Berita
Setelah data-data terkumpul, tugas selanjutnya adalah menuliskannya dalam format berita. Ada jenis berita langsung (straight news) reportase, dan feature. Ketrampilan ini yang kita pelajari di teknik penulisan berita ini.

d. Teknik Penyuntingan Berita
Langkah selanjutnya adalah kita perlu membaca ulang naskah berita dan mengadakan proses penyuntingan agar hasil tulisan sesuai dengan kaidah ketatabahasaan yang baku dan benar khas jurnalistik.

Agar lebih menantang lagi di tiap tahapan akan ada tugas-tugas yang harus kamu kerjakan baik pribadi atau bersama teman lain. Ada saatnya kamu harus bersatu padu dengan kelompokmu dan ada saatnya kamu harus mandiri, mampu mengerjakan tugas sendiri. Bagaimana? Menarik to? Maka, mari tong jelajahi dunia jurnalistik!

ada gambar

Bagian P E R T A M A
Pengantar Jurnalistik


J u r n a l i s m e


Ayoo!!!
Jadi Jurnalis Muda Papua! Biar Rakyak Mengetahui Kebenaran!

ada gambar

Tujuan Pembelajaran :

Ayo!!! Kita pahami pengertian dan peran jurnalistik, prinsip-prinsip jurnalisme, serta pahami peranan ekstrakurikuler jurnalistik bagi sekolah dan masyarakat kita.

ada gambar

Kamu yang kini jadi jurnalis muda Papua, tentu malu dong, kalau ada yang tanya “Apa itu jurnalistik?” dan kamu tidak tahu.

A. Pengertian dan Peran Jurnalistik
Jurnalistik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: “segala sesuatu yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran.” (2001:482). Sementara, jurnalisme dijelaskan sebagai “Pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita dalam surat kabar dan sebagainya.” (2001: 482). Menurut Dja’far H. Assegaff dalam buku “Jurnalistik Masa Kini Pengantar ke Praktek Kewartawana”, masyarakat sering menyamakan jurnalistik dengan pers, dan terkadang lebih mudah dengan menyamakan jurnalistik sebagai surat kabar atau majalah. Hal ini dilatarbelakangi kenyataan bahwa media massa yang pertama ialah “media tercetak”. Namun mulai abad keduapuluh penemuan alat-alat elektronik seperti radio, film, dan televisi juga dimanfaatkan untuk kegiatan jurnalistik.
Kamu bisa disebut jurnalis muda Papua karena kamu melakukan kegiatan jurnalisme tersebut. Ada juga yang menyebutmu sebagai wartawan. Itu sama saja pengertiannya, yaitu sebagai orang yang menyampaikan warta atau berita kepada publik.
Terus, apa peran jurnalisme itu bagi masyarakat? Kamu tahu, jurnalistik atau pers, memiliki peran penting di dalam kehidupan masyarakat. Luwi Ishwara dalam buku “Catatan-catatan Jurnalisme Dasar”, menyetujui pendapat Bernard C. Cohen dalam “Advanced Newsgathering” karangan Bryce T. McIntyre yang menyebut beberapa peran pers di antaranya sebagai:

1. Pelapor (informer),
Kamu sebagai jurnalis muda Papua, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan netral dan tanpa prasangka.



2. Penafsir (interpreter),
Peristiwa yang terjadi memerlukan penafsiran atau arti, sehingga tugasmu adalah menjelaskan artinya, dengan melakukan analisis berita dalam berita reportase atau komentar berita dalam tajuk rencana.

3. Wakil dari publik (representative of the public),
Sebagai jurnalis muda Papua, kamu harus memandang dirimu sebagai wakil dari publik. Berita yang kamu tulis harus menjadi cerminan suara rakyat.

4. Peran jaga (watchdog),
Kadang kamu juga perlu bertindak sebagai “anjing penjaga” yang mengritisi kebijakan/tindakan pemerintah yang merugikan masyarakat. Disini kamu membela kepentingan publik, dan masyarakat tertindas.

5. Pembuat kebijaksanaan dan advokasi.
Pembelaan terhadap kepentingan masyarakat merupakan “panggilan” seorang jurnalis. Kamu harus berlatih mengasah ketajaman analisis dan kepekaan nurani untuk dapat melihat permasalahan sosial masyarakat yang terjadi, sehingga pembelaanmu pun dapat berbobot, tidak asal tulis. Prinsip kebenaran dan keadilan merupakan dua prinsip utama yang wajib kamu pegang sebagai seorang jurnalis muda Papua.

Nah, itulah lima peran jurnalistik bagi masyarakat. Tapi, sebenarnya apa menjadi tujuan utama pekerjaan ini? Mengapa ada orang yang berani mempertaruhkan nyawanya untuk pekerjaan ini? Seperti para wartawan perang? Mari kita melangkah lebih dalam.

B. Tujuan dan Prinsip Jurnalisme
Bill Kovach dan Tom Rosentiel dua wartawan senior Amerika Serikat, bersama Committee of Concerned Journalist (CCJ) setelah melakukan riset yang ekstensif terhadap apa yang sesungguhnya harus dikerjakan oleh wartawan, akhirnya berhasil membuat buku berjudul “The Elements of Journalism”. Buku ini menyebutkan bahwa tujuan utama dari jurnalisme adalah menyediakan informasi yang akurat dan terpercaya kepada warga masyarakat agar dengan informasi tersebut mereka dapat membangun sebuah masyarakat yang bebas. Committee of Cornerned Journalist menyimpulkan bahwa sekurang-kurangnya ada sembilan inti prinsip jurnalisme yang harus dikembangkan. Kamu juga harus mengembangkan prinsip-prinsip itu dalam hidupmu.

Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat. Inti jurnalisme adalah disiplin untuk melakukan verifikasi. Para wartawan harus memiliki kebebasan dari sumber yang mereka liput. Wartawan harus mengemban tugas sebagai pemantau yang bebas terhadap kekuasaan. Jurnalisme harus menyediakan forum untuk kritis dan komentar public. Jurnalisme harus berusaha membuat yang penting menjadi menarik dan relevan. Wartawan harus menjaga agar berita itu proporsional dan komprehensif. Wartawan itu memiliki kewajiban utama terhadap suara hatinya.

Almahum Paus Johanes Paulus II, seperti dikutip Luwi Ishwara, berkata: “Dengan pengaruh yang luas dan langsung terhadap opini masyarakat, jurnalisme tidak bisa dipandu hanya dengan kekuatan ekonomi, keuntungan, dan kepentingan khusus. Jurnalisme haruslah diresapi sebagai tugas suci, dijalankan dengan kesadaran bahwa sarana komunikasi yang sangat kuat telah dipercayakan kepada Anda demi kebaikan orang banyak.”
Ok! Sekarang kita bahas bersama sembilan prinsip jurnalisme dari buku Element of Journalism tersebut.


1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
Ingat, Jurnalis wajib berpihak pada kebenaran! Kamu harus menulis berdasar kebenaran fakta, dan bukan dari gosip atau isu belaka. Oleh karena itu, proses profesi seorang jurnalis dimulai dengan disiplin profesional dalam pengumpulan dan verifikasi fakta. Setelah mendapatkan fakta akurat dan terpercaya, jurnalis wajib menyampaikan makna tersebut dalam sebuah laporan yang adil dan terpercaya, berlaku untuk saat ini, dan dapat menjadi bahan untuk investigasi lanjutan guna memunculkan kebenaran dari kasus yang diangkat.

2. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat
Seperti saat pacaran, menjadi jurnalis juga dituntut memiliki loyalitas. Loyalitasmu, kesetianmu dalam menjalani profesi jurnalis adalah kepada warga masyarakat. Kamu harus bisa mengutamakan kepentingan umum/publik diatas kepentingan pribadi atau bahkan pacarmu.



3. Inti jurnalisme adalah disiplin untuk melakukan verifikasi
Sebagai wartawan keutamaanmu terletak pada disiplin profesional untuk melakukan verifikasi informasi. Verifikasi dapat disamakan dengan kroscek. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari berbagai saksi, menyingkap sebanyak mungkin sumber dan data, atau mewawancarai berbagai pihak untuk komentar dan pernyataan. Tujuannya jelas, kamu harus memberitakan peristiwa dengan pijakan kebenaran. Ingat, tugasmu berbeda dengan bentuk komunikasi yang lain seperti propaganda, fiksi dan hiburan.

4. Para wartawan harus memiliki kebebasan dari sumber yang mereka liput
Apakah kamu belum memiliki jiwa dan pemikiran yang bebas? Apakah saat kamu menulis berita ada tekanan yang menghambatmu menuliskan kebenaran? Jika “ya” berarti kamu belum memiliki syarat dasar dari jurnalisme. Ingat: Kebebasan menjadi landasan dari kepercayaan. Kebebasan jiwa dan pemikiran adalah prinsip yang harus dijaga oleh wartawan.

5. Wartawan harus mengemban tugas sebagai pemantau yang bebas terhadap kekuasaan

Ingat terhadap peran watchdog? Sebagai wartawan, kita wajib melindungi kebebasan peran jaga ini dengan tidak merendahkannya, seperti mau menerima suap.

6. Jurnalisme harus menyediakan forum untuk kritik dan komentar publik
Bagaimana menjadikan media yang kita kelola itu menjadi sarana forum masyarakat menyampaikan suaranya? Itu prinsip keenam dari sembilan elemen jurnalisme. Kita harus peka terhadap situasi nyata dalam masyarakat. Berbagai kepentingan dan pandangan yang berkembang harus terwakili dengan baik. Hingga kebenaran dan penanggulangan permasalahan dapat dimungkinkan terjadi.

7. Jurnalisme harus berusaha membuat yang penting menjadi menarik dan relevan
Kita menuliskan kisah dengan suatu tujuan. Tulisan jurnalistik tidak menghasilkan sensasi, namun ternyata hanyalah rumor dan gosip belaka. Tapi untuk mengungkap kebenaran dan pencerahan bagi masyarakat dengan kemasan yang menarik dan secara nyata berguna bagi masyarakat.

8. Wartawan harus menjaga agar berita itu proporsional dan komprehensif
Tugasmu adalah menjaga agar berita yang kamu tulis tetap sesuai dengan kenyataan dan tidak menghilangkan hal-hal penting. Ingat pijakan tulisanmu adalah kebenaran. Tulisan jurnalistik melarang terjadinya penggelembungan peristiwa demi sensasi, mengabaikan sisi-sisi lain, stereotip atau bersikap negatif secara tidak imbang, karena itu bukan tugas seorang jurnalis sejati.

9. Wartawan itu memiliki kewajiban utama terhadap suara hatinya
Setiap wartawan, termasuk juga kamu tentunya, memiliki rasa etik dan tanggung jawab. Kita harus mau bertindak melawan arus jika memang diperlukan. Suara dan tulisan kita wajib melantangkan nyanyian kebenaran.

Memang sangat ideal kondisi yang hendak kita miliki dalam sembilan elemen jurnalisme itu. Tapi, standar itulah yang dikerjakan oleh seorang wartawan. Hmm... menarik bukan?

C. Bekal Jurnalis
Tentu untuk melaksanakan sembilan elemen jurnalisme itu, kamu memerlukan bekal bagi “perjalanan”mu sebagai wartawan muda Papua. Luvi Ishwara sebagai mantan pemimpin diklat Jurnalistik Kompas, mensyaratkan seorang wartawan harus membekali diri dengan berbagai kemampuan. Bekal-bekal itu perlu kamu pelajari. Baik, kita akan bahas satu persatu.

1. Naluri berita – nose for news
Wartawan harus mampu melihat segala kemungkinan suatu peristiwa menjadi berita. Ini meliputi: (1) kemampuan mengenal informasi yang bisa menarik perhatian pembaca; (2) kemampuan mengenal petunjuk yang mungkin sangat umum tetapi dapat membawa ke suatu penemuan berita yang penting; (3) kemampuan mengenal yang relatif penting dari sejumlah fakta yang menyangkut masalah yang sama; (4) kemampuan mengenal kemungkinan berita yang lain yang ada hubungannya dengan informasi yang ada di tangan. Tentu kamu butuh waktu dan usaha untuk memiliki naluri dasar wartawan ini. Kamu harus terus menerus mengasah kepekaanmu, dengan tajam melihat peristiwa, sensitif mendengarkan informasi, dan selalu menggunakan akal sehat.
2. Observasi
Kemampuan pengamatan ini akan memungkinkan kamu untuk mampu melihat perbedaan, menemukan nuansa, mencium perbedaan antara berita yang biasa saja dengan berita yang baik. Landasannya tentu rajin berlatih dan berusaha, mau terjun langsung ke lapangan dan tidak takut gagal. Sebab bukankah ada pepatah: “kegagalan hanyalah keberhasilan yang tertunda” Dengan terus belatih, pantang menyerah pasti kamu akan memiliki kemampuan observasi yang mumpuni.
3. Keingintahuan
Keingintahuan adalah “senjata” handal. Sebab keingintahuan menghasilkan kreativitas. Kreativitas melahirkan imajinasi, ketekunan, semangat, penilaian yang baik. Wartawan yang kreatif bisa mengambil inisiatif sendiri, yang disebut self-starter. Mereka tidak menunggu sampai ada penugasan tetapi mengembangkan gagasan-gagasan sendiri. Maka asah terus keingintahuanmu dari sekarang! Jika kesulitan memulainya ingatlah waktu kamu masih kecil, bukankah kamu juga memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala sesuatu? Nah, belajarlah dari anak kecil itu, bagaimana cara membangkitkan keingintahuan.
4. Mengenal berita
Wartawan harus mengenal berita seperti yang digariskan oleh suratkabarnya. Ini berarti wartawan harus mempelajari falsafah dan sejarah surat kabar di mana dia bekerja. Bagaimanapun kamu harus terus menerus mengasah kemampuanmu dengan mau belajar di dan dari lingkunganmu.
5. Menangani berita
Untuk dapat menangani berita, kamu harus belajar tentang prosedur dan perlengkapan yang perlu untuk mendapatkan dan menyajikan berita terbaik. Tugasmu mencari fakta, urutan kepentingan, dan di mana mendapatkannya. Setelah mendapatkan semua data yang dibutuhkan maka kamu dapat menuliskannya. Ingat, ada kebebasan dalam menulis. Tetapi kebebasan ini ada batasnya, yaitu moral-moral limits to freedom. Moral di sini adalah etika atau budaya sopan-santun tentang perilaku yang baik dan buruk yang menjadi dasar kehidupan sosial.
6. Ungkapan yang jelas
Oleh karena itu, sebagai jurnalis kamu harus belajar untuk mampu mengekspresikan diri, baik dalam tulisan maupun kata-kata. Disinilah penguasaan bahasa sangat penting bagi tugasmu dan hidupmu tentunya.
7. Kepribadian yang luwes
Tentang kepribadian, karena sering melibatkan kontak pribadi maka wartawan harus memiliki kepribadian yang menyenangkan. Wartawan harus pandai bergaul dengan semua orang. Kepribadian ini dapat tumbuh jika kamu mau membuka diri, tidak memilih-milih teman, dan mau menjadi pendengar yang baik.
8. Pendekatan yang sesuai
Untuk melaksanakan tugas peliputan kamu perlu mengadakan pendekatan kepada narasumber. Pendekatan yang kamu lancarkan harus sesuai dengan situasi dan kondisi narasumber. Jadi, kamu harus mampu mengembangkan beragam kemampuan untuk berhubungan dengan berbagai lapisan dalam masyarakat. Kamu wajib bisa berhadapan dengan orang-orang kasar maupun sopan, dengan gelandangan maupun pejabat tinggi. Disinilah kecerdasan emosional dan sosialmu diperlukan.
9. Kecepatan
Sebagai wartawan, kamu harus mampu bekerja efisien pada kecepatan tinggi. Terlebih bagi wartawan koran harian, kecepatan merupakan elemen vital. Mereka hanya punya waktu kurang dari 12 jam untuk meliput dan menulis berita. Dalam soal waktu, kondisi wartawan bulanan lebih baik dari kondisi wartawan mingguan, apalagi wartawan harian. Tapi soal kecepatan harus menjadi perhatian seorang jurnalis, sebab jika kamu bisa bekerja dengan cepat, maka akan banyak kesempatanmu untuk mengembangkan berita, ataupun mengumpulkan berita lainnya.


10. Kecerdikan
Wartawan yang berhasil adalah mereka yang dikaruniai dan bisa memanfaatkan kecerdikannya. Ia harus selalu berusaha keras mendapatkan gagasan-gagasan orisinal dalam mengumpulkan berita, terutama dalam reportase investigasi. Kecerdikan dapat dikembangkan dengan menumbuhkan sikap ulet untuk mencari kebaruan teknik peliputan dan teknik penulisan. Menjadi wartawan berarti selalu mau belajar, selalu mau menyerap informasi.
11. Teguh pada janji
Apakah kamu suka dengan orang yang sering ingkar janji? Tentu tidak bukan. Kita lebih menghargai orang yang dapat menepati janjinya. Maka wartawan harus hati-hati membuat janji, terutama dengan sumber berita. Ingkar janji akan mengancam kelanjutan hubungan dengan narasumber. Maka, belajarlah untuk teguh pada janjimu.
12. Daya ingat yang tajam
Ada orang yang dilahirkan dengan bakat daya ingat yang kuat, tetapi ada yang memperolehnya dengan latihan. Daya ingat dapat dipertajam dengan berbagai latihan mental dan pikiran. Namun, alat yang terbaik bagi wartawan adalah buku catatan.
13. Buku catatan
Buku catatan sangat penting bagi seorang wartawan. Namun adakalanya buku catatan ini menjadi hambatan dalam suatu wawancara. Orang kadang-kadang takut atau menjadi gugup ketika melihat wartawan mencatat apa yang mereka katakan. Bila ini terjadi maka dibutuhkan daya ingat wartawan, dan bila usai wawancara, segeralah mencatatnya dalam buku catatan selagi ingatan masih segar. Kamu juga perlu mempelajari bagaimana menggunakan tepe recorder secara efektif, namun yang terbaik tetap buku catatan.
14. Berkas catatan/referensi
Berkas-berkas di perpustakaan mengenai guntingan berita dan referensi lainnya adalah alat yang penting dalam menyiapkan tugas dan mendapatkan latar belakang sebelum menulis berita. Demikian pula mencari bahan-bahan dengan membuka komputer. Melakukan penelitian kepustakaan harus menjadi sifat dasar seorang wartawan.
15. Kamus
Seorang wartawan harus mempunyai kamus berbagai bahasa. Hal ini penting untuk perbendaharaan kata dan mengetahui makna dan tulisan yang tepat dari suatu kata. Untuk bahasa Indonesia, kita memiliki Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dibuat oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, dan diterbitkan oleh Balai Pustaka.
16. Surat kabar/majalah/internet/tv/radio
Untuk memperluas wawasan, seorang wartawan wajib rajin membaca buku dan surat kabar, membuka internet, menonton televisi, dan mendengarkan radio.
17. Perbaikan demi kemajuan
Wartawan harus selalu berusaha memperbaiki diri walaupun ia telah berpengalaman. Dengan perbaikan diri ini maka akan ada kemajuan. Selalu jadi sosok yang rendah diri dan mau terus menerus belajar, itulah rahasia kesuksesan orang-orang besar.


D. Materi Media Massa
Ermanto memilah materi media massa, terutama media cetak, dalam dua materi: (1) materi jurnalistik dan (2) materi nonjurnalistik. Kalau dipilah bentuk materi jurnalistik dapat dibagi lagi menjadi dua kategori: berita dan pendapat atau opini. Bentuk materi jurnalistik yang tergolong kategori berita adalah (a) berita langsung, (b) reportase, (c) feature. Kemudian, bentuk materi jurnalistik yang tergolong kategori pendapat atau opini adalah (a) tajuk rencana, (b) tulisan pojok, (c) artikel, dan (d) tulisan kolom. Bentuk materi nonjurnalistik adalah iklan, cerpen, teka-teki, dan kartun. Kalau masih bingung, perhatikan gambar bagan materi media massa di bawah ini yang juga menjadi penutup uraian isi di bab jurnalisme, selanjutnya ada tugas bacaan dan latihan untuk kamu kerjakan.

ada gambar

Bacaan

Untuk memperkaya pengetahuan kamu tentang permasalahan jurnalistik, terdapat dua tulisan yang membicarakan permasalahan dunia jurnalistik. Tulisan tersebut berupa opini dan berita.
Kedua tulisan ini untuk bahan diskusi kelompok. Sementara, kalau kamu ingin memperdalam kemampuan jurnalistikmu, kamu bisa membaca buku berjudul: Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, tulisan dari Luwi Ishwara dan buku lain yang tentang jurnalistik. Berikut ini dua tulisan untuk bahan diskusi kelompok.


Wartawan dan Mutu Jurnalistik yang Rendah
Oleh Wisnu Hanggoro dan Irene Iriawati*)
HASIL penelitian terakhir Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tentang kesejahteraan wartawan menuntut perhatian masyarakat terhadap profesi wartawan. Penelitian di 17 kota pada akhir 2005, yang melibatkan responden 400 wartawan dari 80 media massa itu mengungkap penghasilan rata-rata wartawan antara Rp 900 ribu dan Rp 1,4 juta per bulan. Yang menyedihkan masih dijumpainya wartawan yang gajinya di bawah Rp 200 ribu per bulan.
Temuan tersebut memperkuat hasil penelitian AJI-Pusat dan AJI-Surabaya enam tahun sebelumnya (1999) yang mengungkap sangat rendahnya gaji wartawan. Saat itu, dari 250 responden di Jakarta diperoleh data 5% wartawan ber-gaji di bawah Rp 250 ribu, 35% bergaji antara Rp 500 ribu-Rp 1 juta, 30% bergaji Rp 1 juta-Rp 2 juta, dan 8% bergaji di atas Rp 2 juta. Dalam pada itu, dari 276 responden yang tersebar di 12 kabupaten dan kotamadia di Jawa Timur diperoleh data 0,7% bergaji di bawah Rp 100 ribu, 15,2% bergaji Rp 100 ribu-Rp 250 ribu, 34,1% bergaji Rp 250 ribu-Rp 500 ribu, 21% bergaji Rp 500 ribu-Rp 750 ribu. Kemudian 14% bergaji Rp 750 ribu-Rp 1 juta, dan 13,8% bergaji di atas Rp 1 juta.
Kalau dibandingkan dengan temuan enam tahun silam itu, kesejahteraan wartawan di negeri ini bukannya semakin meningkat melainkan justru semakin menurun. Ini karena biaya dan beban hidup yang harus dipikul masyarakat Indonesia dalam dua tahun terakhir meningkat tajam.
Hasil penelitian tersebut pada dasarnya juga semakin memperjelas kenyataan bahwa menjadi wartawan berarti memasuki kawasan kerja yang bebannya berlipat-lipat. Dalam literatur psikologi terapan, pekerjaan wartawan, di samping pekerjaan sopir, pelawak, ataupun tentara, termasuk dalam kategori rentan penyakit dan memiliki harapan hidup rendah. Ini karena pekerjaan wartawan memiliki tingkat stres yang cukup tinggi sebagai akibat tuntutan target pembuatan berita yang deadline-nya tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Risiko Kekerasan
Laporan Reporters Sans Frontiers (RSF, Reporter Lintas Batas) di Paris (04/01/06) merupakan bukti konkrit tentang risiko pekerjaan wartawan. Dalam laporan itu dinyatakan selama tahun 2005 ada sekitar 1.300 wartawan di berbagai belahan dunia yang menghadapi ancaman dan penyerangan dari orang-orang yang terusik oleh hasil kerja mereka.
Sejalan dengan laporan RSF, tulisan Katharine Q Seelye di The New York Times (14/02/06) mempertegas besarnya risiko yang harus dihadapi wartawan, khususnya saat melakukan liputan konflik atau peperangan. Dalam tulisan itu Seelye, mengacu laporan The Committee to Protect Journalists (CPJ), menyebutkan selama 2005 telah ditemukan 22 orang wartawan terbunuh di medan perang Irak. Jumlah ini telah menambah total korban wartawan terbunuh selama invasi AS di Irak antara 2003-2005 menjadi sebanyak 61 orang. Jumlah itu melampaui yang terjadi di Aljazair selama konflik 1993-1996 yang menelan korban 58 orang wartawan terbunuh saat menjalankan tugasnya.
Di Indonesia, kasus terbunuhnya Udin, wartawan Harian Bernas Yogyakarta di masa Orde Baru merupakan salah satu contoh risiko terberat yang dihadapi wartawan di negerinya sendiri. Sampai saat ini kasus tersebut tetap gelap.
Pada Agustus 2005 kasus yang hampir serupa dengan Udin juga menimpa wartawan ''Berita Sore" Medan, Elyudin Telaumbanua yang tengah melakukan liputan pilkada di Kabupaten Nias Selatan. Para saksi mata menyebutkan, Elyudin diculik oleh gerombolan tak dikenal. Selama lebih dari dua bulan sejak itu keberadaannya tidak diketahui lagi hingga pada 14 Oktober 2005 Dewan Pers melayangkan surat pernyataan atas kasus tersebut. Anehnya, berita seputar hilangnya Elyudin ini seperti menguap begitu saja. Kasus yang cukup banyak terjadi di negeri ini adalah penganiayaan terhadap wartawan. Hanya saja, data terhadap kasus-kasus tersebut tersebar tanpa ada pihak yang melakukan inventarisasi ataupun dokumentasi. Pada tahun 2001 AJI pusat sebenarnya telah merintis langkah semacam itu dengan menyajikan laporan tahunan yang di dalamnya antara lain menyebutkan selama 2000-2001 telah terjadi 83 kasus penganiayaan terhadap wartawan. Sayang, laporan semacam itu tidak bisa dilakukan secara rutin.
Tentu kondisi semacam itu tidak bisa dikatakan sebagai kesalahan AJI semata, sebab dari sekitar 44 organisasi kewartawanan yang bermunculan di negeri ini tak satupun yang memiliki database yang mendokumentasikan kasus-kasus semacam itu. Celakanya, apabila kita membuka website Dewan Pers, sebuah institusi yang dibentuk atas amanat UU No 40/1999 tentang Pers, juga tidak kita temukan data yang mendokumentasikan deretan kasus kekerasan terhadap wartawan.
Akibat ketidaktersediaan data secara lengkap itu, masyarakat hanya mengetahui sejumlah kasus kekerasan terhadap wartawan di berbagai kawasan di negeri ini sebagai kasus-kasus yang terpisah satu dengan lainnya. Tidak ada yang mencoba menarik benang merah antara kasus satu dan lainnya yang memungkinkan penanganan secara konstruktif.
Sebagai contoh, kasus penganiayaan wartawan oleh oknum aparat keamanan yang mulai bermunculan belakangan ini sebagaimana dialami kameraman Indosiar, Wensy Pantou oleh sejumlah oknum di Manado Januari 2006. Kasus semacam itu hanyalah sebagian kecil yang muncul ke permukaan. Di lapangan, sangat banyak wartawan yang menghadapi kekerasan berupa ancaman agar tidak memberitakan hal-hal tertentu yang menyangkut kejahatan publik tokoh-tokoh tertentu. Menghadapi jenis kekerasan semacam ini biasanya wartawan memilih diam tanpa berani melapor ke pihak berwajib.

Perlu Perlindungan
Menyaksikan sederet kasus kekerasan tersebut, sudah waktunya dibangun satu sistem yang memungkinkan wartawan bisa menjalankan profesinya secara maksimal. Risiko yang dihadapi wartawan adalah risiko bagi keluarganya dan sekaligus bagi masyarakat luas. Hilangnya seorang wartawan yang tengah mengabdi pada tugasnya mengandung arti hilangnya kesempatan bagi masyarakat untuk melihat dunia dengan benar. Berkat kerja wartawan, tanpa disadari pengetahuan umat manusia terus bertambah.
Harus diakui, dalam kondisi riil di lapangan, masih banyak wartawan yang belum memenuhi standar profesi. Oleh karena itu menjadi kewajiban tiap-tiap lembaga media atau organisasi-organisasi kewartawanan untuk memberikan pelatihan memadai agar para wartawan yang menjadi anggotanya terus berkembang sesuai dengan tuntutan profesi mereka.
Namun, yang terpenting dan terasa mendesak, tentu saja yang terkait dengan kesejahteraan dan perlindungan terhadap wartawan. Sudah saatnya dibuat standar gaji yang layak bagi profesi wartawan. Lembaga media yang tidak mampu menggaji wartawannya secara layak mestinya tidak perlu ada. Lembaga-lembaga semacam itu tidak saja mengeksploitasi karyawannya dengan sekadar memberi "gelar wartawan," tetapi juga mengelabuhi masyarakat dengan kualitas jurnalisme yang rendah.

*) Wisnu Hanggoro & Irene Iriawati, keduanya pendiri dan aktivis Lembaga Studi Pers & Informasi - LeSPI, Semarang.
===================================================================
Dewan Pers Himbau Masyarakat Gunakan
Mekanisme Jurnalistik

Dewan Pers mengeluarkan siaran pers untuk menanggapi maraknya kembali kekerasan dan tekanan terhadap institusi pers dan wartawan akhir-akhir ini. Dalam siaran pers yang dikeluarkan 26 Juni lalu dan ditandatangani Ketua Dewan Pers, Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA., Dewan Pers mengingatkan kembali pentingnya kebebasan pers dan kebebasan berekspresi bagi masyarakat Indonesia.
Menurut Dewan Pers, untuk meningkatkan kualitas kebebasan pers dan juga kebebasan berekspresi, masyarakat harus dapat menghargai adanya perbedaan pendapat. Selain itu, jika ada kesalahan atau perbedaan pandangan yang timbul akibat pemberitaan pers hendaknya dapat diselesaikan dengan menggunakan cara-cara seperti yang diatur dalam UU No. 40/1999 tentang Pers. Masyarakat juga dapat mengadu ke Dewan Pers jika tidak puas dengan pemberitaan pers.

Marak Kekerasan
Menurut catatan Dewan Pers, antara bulan April sampai Juli tahun ini telah terjadi sedikitnya lima kasus tekanan atau kekerasan terhadap wartawan dan institusi pers. Di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, 13 Juni lalu, sepuluh wartawan yang sedang meliput persiapan pelaksanaan PON XVIII di atas jembatan Sungai Mahakam, dianiaya massa.
Sebelumnya, Herliyanto, wartawan freelance tabloid Delta Pos Sidoarjo, ditemukan tewas di dalam hutan jati di Probolinggo, 29 April 2006. Motif kasus pembunuhan ini masih diselidiki namun diduga kuat terkait berita yang ditulis Herliyanto. Lima hari sebelumnya di Surabaya dua wartawan (ANTV dan TPI) dianiaya oleh beberapa orang Satpam Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya. Kekerasan terjadi ketika kedua wartawan tersebut sedang meliput demonstrasi mahasiswa UPN di kampusnya.
Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang setiap tahunnya mengeluarkan catatan dan daftar mengenai kekerasan terhadap pers di Indonsia, menemukan adanya peningkatan jumlah kekerasan dalam satu tahun terakhir ini. Sedikitnya 53 kasus kekerasan tercatat selama periode Mei 2005 – Mei 2006, meningkat dibanding tahun sebelumnya dengan 36 kasus. Pelaku terbanyak berasal dari kelompok massa (masyarakat). Sementara Jakarta masih menjadi tempat yang paling berbahaya bagi wartawan dengan delapan kasus (terbanyak).

Pengaduan
Himbauan Dewan Pers kepada masyarakat untuk menggunakan mekanisme jurnalistik dalam menyelesaikan keberatan terhadap pemberitaan mengacu pada data yang ada. Selama bulan Juni, tercatat ada beberapa kasus pemberitaan pers yang berhasil diselesaikan dengan menggunakan Hak Jawab dan fasilitasi Dewan Pers.
Protes Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), Aburizal Bakrie, terhadap pemberitaan harian Rakyat Merdeka berakhir dengan penggunaan Hak Jawab. Judul berita Aburizal Bakrie: “Saya Sibuk” yang dimuat Rakyat Merdeka edisi Selasa, 20 Juni 2006, yang kemudian diprotes, selesai setelah Rakyat Merdeka memuat Hak Jawab Menko Kesra pada edisi 23 Juni 2006.
Dalam pertemuan khusus yang digelar Dewan Pers dengan menghadirkan pimpinan dari kantor Menko Kesra dan Rakyat Merdeka di Sekretariat Dewan Pers, 23 Juni lalu, terungkap bahwa Menteri Aburizal Bakrie menganggap kasus dengan Rakyat Merdeka telah selesai. Selesainya kasus ini tak lepas dari telah dimuatnya Hak Jawab Aburizal Bakrie setelah diketahui bahwa berita sebelumnya fiktif.
Selama bulan Juni 2006 Dewan Pers juga telah berhasil menyelesaikan sejumlah pengaduan, di antaranya adalah pengaduan Asep Rahmatan Kusuma terhadap Majalah Gatra dan pengaduan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terhadap suratkabar Komunitas. Dua kasus ini selesai melalui Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers. (red)
Sumber tulisan: www.dewanpers.or.id
===================================================================

Latihan

Bagaimana teman? Pastinya sudah merasa memahami pengertian, peran, prinsip jurnalistik, serta kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk menjadi jurnaliskan! Sekarang sudah merasa bisa jadi wartawan? Eitss..tunggu dulu... kita akan memperdalam kemampuanmu dalam memahami bab ini. Hingga nanti saat kamu sudah bisa melaksakan tugas jurnalistik prinsip ini tetap jadi pijakanmu. Setuju. Baik latihannya akan dibagi dalam dua bentuk, individu dan kelompok.

Tugas Kelompok 1
Tema: “Pelaksanaan prinsip jurnalisme di masyarakat”
Sebaiknya diskusi ini dilakukan setelah membaca dua artikel tentang jurnalistik tersebut.

Alur diskusi:
1. Buat kelompok diskusi kecil jumlah maksimal 7 orang,
2. Pilih satu moderator yang memimpin diskusi, dan satu sekretaris. Tugas sekretaris mencatat pokok-pokok diskusi dan kesimpulan yang tercipta. Sementara anggota lain menjadi peserta diskusi.
3. Moderator membuka diskusi dengan melemparkan topik tentang “Tantangan Pekerjaan Jurnalisme di Indonesia dan Khususnya di Papua” disusul pendapat setiap anggota kelompok. Setiap anggota kelompok memiliki waktu 3 menit mempresentasikan gagasannya. Untuk memandu jalannya diskusi berikut ada tiga pertanyaan paduan:
a. Apakah manfaat peran pekerjaan jurnalisme bagi kehidupan bangsa Indonesia dan khususnya Papua?
b. Hambatan apakah yang dialami oleh jurnalis saat menjalankan tugasnya?
c. Apa yang harus dilakukan oleh para jurnalis untuk menghadapi hambatan tersebut?
4. Setelah semua anggota selesai presentasi, maka diskusi berlangsung dengan jalan saling tukar pendapat, mempertanyakan gagasan yang kurang jelas dan menjelaskan gagasan hingga dapat dipahami rekan lainnya. Ingat moderator yang mengatur alur tanya jawab agar dapat lancar dan tidak mengarah pada debat kusir. Waktunya 15 menit.
5. Setelah diskusi berlangsung selama 15 menit berlangsung. Maka anggota kelompok mengajukan kesimpulan dari diskusi tersebut.
6. Kesimpulan itulah yang menjadi hasil dari diskusi kelompok, dan tugas sekretaris mencatat pokok-pokok diskusi dan kesimpulan yang tercipta.

Tugas Individu
ΓΌ Tugas untuk pekerjaan rumah, buatlah tulisan esai satu lebar folio mengenai “Pelaksanaan Prinsip-prinsip Jurnalisme di Indonesia dan khususnya di Papua”.
Tugas itu yang akan dipresentasikan pada pertemuan minggu depan.
Pada pertemuan di minggu depan siswa mempresentasikan hasil tulisannya di depan kelas. Setelah semua telah presentasi, kelompok dapat menarik kesimpulan bersama.

Tugas Kelompok 2
Untuk memperdalam lagi pengetahuanmu tentang jurnalistik, dan terutama ekstrakurikuler jurnalistik, sebaiknya ada diskusi kedua. Bertema “Peran ekstrakurikuler jurnalistik bagi sekolah dan masyarakat Papua” Berikut alur diskusinya:
1. Bentuk kelompok diskusi.
2. Pilih satu moderator dan sekretaris baru.
3. Moderator membuka diskusi. Bertema “peran ekstrakurikuler jurnalistik bagi sekolah dan masyarakat Papua”. Pertanyaan yang bisa menjadi bahan diskusi seperti
a. Apakah peran ekstrakurikuler jurnalistik bagi sekolah dan masyarakat Papua?
b. Bagaimana realisasi peran tersebut di sekolah ini?
c. Apa yang menjadi kendala dan tantangan untuk mewujudkan peran tersebut di sekolah ini dan masyarakat umum?
d. Apakah yang harus dilakukan oleh para anggota ekstrakurikuler jurnalistik untuk mewujudkannya?
4. Setelah 30 menit berlangsung, moderator kemudian mengarahkan arus diskusi untuk mencapai kesimpulan bersama.


ada gambar


B e r i t a

ada gambar

Tujuan Pembelajaran

Mari kita pahami pengertian berita, nilai-nilai berita, proses pemberitaan, dan jenis-jenis materi pemberitaan
di media massa.

ada gambar

Kita telah berkenalan dengan dasar jurnalisme, nah.. sekarang saatnya mempelajari produknya, yaitu berita.

A. Pengertian Berita
Berita merupakan sajian utama sebuah media massa di samping opini. Mencari bahan pokok berita lalu menyusunnya merupakan tugas pokok wartawan dan bagian redaksi sebuah penerbitan pers (media massa). Tapi, sebenarnya apa itu berita?
Djafar H. Assegaff mendefiniskan berita dalam arti teknik jurnalistik sebagai: “Laporan tentang fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah karena ia luar biasa, entah karena pentingnya atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi, dan ketegangan.”

ada gambar

Berdasar pengertian tersebut, terdapat empat unsur yang harus dipenuhi oleh sebuah berita, sekaligus menjadi “karakteristik utama” sebuah berita dapat dipublikasikan di media massa (layak muat). Keempat unsur ini pula yang dikenal dengan nilai-nilai berita (news values) atau nilai-nilai jurnalistik.

B. Nilai Berita
Romli memaparkan empat nilai berita, seperti di bawah ini.
Cepat. Dalam unsur ini terkandung makna harafiah berita (news), yakni sesuatu yang baru (new). Unsur aktualitas menjadi perhatian utama.

Nyata (factual). Berita menyajikan informasi tentang sebuah fakta (fact), bukan fiksi atau karangan. Fakta dalam dunia jurnalistik terdiri dari kejadian nyata (real event), pendapat (opinion), dan pernyataan (statement) sumber berita. Dalam unsur ini terkandung pula pengertian, sebuah berita harus merupakan informasi tentang sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya atau laporan mengenai fakta sebagaimana adanya. Wartawan tidak boleh mengarang berita.

Penting, artinya menyangkut kepentingan orang banyak. Wartawan wajib memberitakan peristiwa yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat secara luas. Peristiwa itu seperti kebijakan baru pemerintah, kenaikan harga, dan sebagainya.

Menarik, artinya mengundang orang membaca berita yang kita tulis. Berita yang biasanya menarik perhatian pembaca, di samping yang aktual dan faktual, serta menyangkut kepentingan orang banyak, juga berita yang bersifat menghibut (lucu), mengandung keganjilan atau keanehan, atau berita human interest (menyentuh emosi, menggugah perasaan). Menarik bisa dari segi ceritanya maupun dari cara penceritaannya.

C. Tema Berita
Untuk suatu tulisan wartawan harus mengumpulkan informasi yang sahih dan relevan. Wartawan harus tahu apa yang menarik bagi pembacanya, apa dampak dan apa yang perlu mereka ketahui. Karena itu wartawan harus menemukan tema untuk ceritanya. Setelah itu wartawan mencari aspek-aspek yang dramatis, luar biasa, dan unik yang membedakan peristiwa yang diliput dengan peristiwa-peristiwa lainnya yang serupa.
Misalnya kamu wartawan yang ditugaskan meliput sebuah konser musik. Di lapangan kamu mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi waktu konser berlangsung. Bagaimana penampilan pemusiknya? Bagaimana penontonnya? Apa yang menarik dari konser itu? Apa yang perlu diketahui pembaca beritamu? Lalu kamu juga harus menentukan tema beritamu. Tema apa yang ingin kamu angkat? Apakah itu menarik dan penting bagi pembaca? Juga kamu harus memikirkan bagaimana alur tulisanmu?

D. Penulisan Berita
A.M. Dewabrata dalam buku karangannya yang berjudul Kalimat Jurnalisik menulis bahwa: penunjang untuk mencapai keberhasilan penyampaian pesan dalam berkomunikasi satu arah seperti di media massa cetak, adalah penggunaan bahasa yang efektif, bahasa yang komunikatif. Bahasa yang komunikatif dalam penulisan berita memiliki syarat, antara lain jelas dan jernih, runut dan nalar, tidak ruwet dan tidak keruh, kata dan kalimatnya populer.
Ragam bahasa jurnalistik menurut A.M. Dewabrata menggunakan bahasa populer agar mudah dicerna oleh pembaca dari semua kalangan. Contohnya wartawan harus bisa menjelaskan persoalan-persoalan dalam suatu bidang, seperti dampak anjoknya nilai saham, kepada pembaca yang tidak memahami pasar saham, dengan bahasa yang mudah dicerna pembaca sehingga pembaca paham.
Penulisan berita juga tidak boleh ruwet dan keruh. Bahasa ruwet, yang tidak teratur susunannya, tidak rapi urutannya, ataupun kalimat yang disusun sembarangan sebagaimana dalam komunikasi lisan, akan menyisakan kebinggungan dan pertanyaan bagi pembaca. Maka wajib diperhatikan kejelasan dan kejernihan alur tulisan. Intinya wartawan wajib mempergunakan nalar dan logika tatkala meliput dan menulis berita, agar pembaca terbantu dan mendapatkan informasi bukan malah binggung.

E. Proses Pemberitaan
Pemberitaan suatu kejadian oleh wartawan mengalami proses yang cukup panjang namun berlangsung dengan cepat. Kecepatan pemberitaan di sebuah media massa merupakan tuntutan utama baik dari segi komunikasi massa maupun dari sudut pembaca. Namun, kini tentu sangat sulit bagi wartawan media cetak bersaing dengan wartawan elektronik dalam hal kecepatan. Wartawan elektronik, baik radio, televisi, maupun internet memiliki keunggulan dalam hal kecepatan pemberitaan karena selalu dapat menyajikan berita terbaru dan tercepat. Maka wartawan media cetak harus bisa menggali berita lebih dalam dan lebih berbobot lagi.
Proses pemberitaan di media massa melewati beberapa tahap sehingga butuh waktu untuk sampai di tangan pembaca. Dalam buku Menjadi Wartawan Handal dan Profesional, Ermanto, M.Hum menegaskan bahwa: “para calon wartawan harus mengetahui proses pemberitaan di media massa. Dengan mengetahui alur perjalanan berita, diharapkan akan mampu bekerja dengan cepat, handal, teliti, dan profesional.” Berikut ini alur sederhana yang semoga dapat memberikan gambaran dari proses pemberitaan di media massa:

ada gambar

Bacaan
Nah.. setelah memahami pengertian berita, nilai berita, tema berita, penulisan berita, dan proses pemberitaan, mari perdalam pengetahuanmu tentang berita. Caranya, kamu baca berita dari harian Kompas, Minggu, 13 Agustus 2006, judulnya “Dampak Narkoba Keluarga Kami Jadi Hancur”... dan jelaskan nilai-nilai berita yang ada di dalam berita tersebut.

Analisis Berita

Judul : Dampak Narkoba Keluarga Kami Jadi Hancur
Sumber : Kompas, Minggu, 13 Agustus 2006
Wartawan : Ester L Napitupulu

Kholidah (46), ibu dari seorang pecandu narkoba, sudah habis-habisan mengupayakan kesembuhan anaknya, Firmansyah (22), untuk bebas dari belenggu narkoba yang dikonsumsinya sejak duduk di kelas I SMP. Bukan hanya harta-benda yang ludes, penghinaan dan penganiayaan yang kerap dilakukan darah dagingnya sendiri itu pun diterima dengan tabah.
Sejak mengetahui anak keduanya itu kecanduan narkoba sembilan tahun lalu, perhatian Kholidah untuk kesembuhan anaknya begitu total. Namun, pengorbanan dan pergulatan batin janda tiga anak itu untuk menyembuhkan dan menyadarkan Firmansyah alias Iman tidak membuahkan hasil.
Yang didapatnya justru derita berkepanjangan. Selain uang harus terus dikeluarkan, Kholidah pun selalu dihantui ketakutan jika berhadapan dengan anaknya. Siksaan fisik dan kata-kata kasar yang menyakitkan hati menjadi santapan sehari-hari penjual sosis goreng di depan rumahnya yang sangat sederhana, di kampung Rawa Tengah, Johar Baru, Jakarta Pusat.
“Dia sering bilang, ‘Mak, Iman insaf. Tolong Iman untuk sembuh.’ Ibu mana yang tidak ingin melakukan apa pun untuk menolong anaknya,” ujar Kholidah seraya menahan tangis saat ditemui di rumahnya, Jumat (11/8).
Permintaan Iman untuk dibawa berobat ke rumah sakit dan alternatif dilakoninya. Iman juga dimasukkan ke pesantren. Namun, semua upaya itu sia-sia. Iman tetap mengkonsumsi putau.

Derita berkepanjangan
Jerat narkoba yang dihadapi Iman telah membuat keluarga Kholidah seperti terus dilanda masalah. Pada tahun 2000 suami Kholidah meninggal akibat strokenya semakin parah karena memikirkan Iman yang kecanduan narkoba.
Perhatian total Kholidah kepada Iman menyebabkan anak pertamanya, Wahyu (24), menjadi pemuda stres yang tak mau bekerja. Ia hanya mengurung diri di kamar. “Saya mau bawa ke psikiater tetapi sudah tidak punya duit,” kata Kholidah sedih.
Anak bungsunya, Firdaus (14), putus sekolah saat duduk di bangku kelas II SMP karena Kholidah tidak sanggup lagi membayar uang sekolah. Setiap hari Iman selalu meminta uang untuk membeli narkoba. Sementara penghasilan Kholidah dari berjualan sosis tak seberapa.
“Jika tidak memberi uang, saya bisa dihajar habis-habisan. Saya bisa diseret dari rumah tetangga. Dia sudah tak punya malu lagi bersikap jahat kepada ibunya,” ujar Kholidah terisak-isak.
Harta-benda di rumah itu juga sudah ludes. Pertama, karena dicuri Iman untuk membeli putau. Selebihnya, karena rasa sayang ibunya yang mau menjual barang-barang yang tersisa guna membiayai pengobatan Iman.
Akan tetapi, kehancuran keluarga ini tidak mengubah perangai Iman yang dicengkeram narkoba. Sikapnya justru tambah memedihkan hati ibunya.
Pada selasa (8/8) lalu Iman tega menyeret ibunya dari lantai dua rumahnya ke lantai satu karena ibunya tidak mau memberinya uang Rp 25.000.
“Dari bangun tidur saya sudah pasrah, bahkan jika dibunuh anak sendiri. Saat itu saya benar-benar tidak punya duit seperak pun,” katanya.
Kekejaman Iman akhirnya terhenti karena warga, yang sudah tidak tahan melihat penderitaan Kholidah, turun tangan, Iman pun digiring ke Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Johar Baru.
Kholidah lega sekaligus sedih. Sejak anaknya ditahan, penderitaan batin dan fisik akibat ulah anaknya memang terhenti. Namun, sebagai seorang ibu, rasa cintanya kepada buah hatinya tetap besar.
Kisah di keluarga Kholidah ini hanyalah sedikit kisah dari dampak buruk narkoba yang masuk ke dalam kehidupan keluarga. Masih banyak keluarga lain yang juga harus menghadapi dampak negatif narkoba. Bahkan, mungkin lebih buruk...
=================================================================

Soal: Ulaslah nilai-nilai berita (news values) dari berita di atas. Kerjakan di rumah dan pada pertemuan minggu depan tugasmu itu akan dinilai oleh rekanmu. Begitu pula sebaliknya, kamu juga akan menilai ulasan rekanmu yang lain.

Menilai Hasil Ulasan
Bacalah hasil ulasan temanmu, dan jawablah pertanyaan di bawah ini, serta berikan penilaian.
1. Apakah tulisan ulasan tersebut menganalisis keempat nilai berita (cepat, nyata, penting, dan menarik)? Ya atau tidak
2. Jika “tidak” nilai apa yang tidak diulas?
3. Bagaimana cara penulis mengulas berita tersebut?
4. Apa kelebihan ulasan tersebut?
5. Berikan nilai untuk ulasan tersebut, dengan melingkari nilai yang sesuai di bawah ini! ( A untuk nilai terbaik, E untuk nilai terburuk)
A B C D E



Latihan

Soal Latihan
Berikut ini ada soal yang harus kamu kerjakan agar kamu bisa memahami hakikat berita. Sebaiknya kerjakan secara tertulis sendiri-sendiri, jangan berkelompok.
1. Sebutkan poin-poin penting dalam definisi berita? Berikan penjelasan!
2. Apakah semua peristiwa itu layak diberitakan? Jelaskan!
3. Mengapa faktor kecepatan penting dalam proses pemberitaan?
4. Apa yang lebih penting daripada faktor kecepatan yang harus dimiliki sebuah berita?
5. Apa yang terjadi jika suatu media tidak memberitakan kenyataan (fakta) tapi justru kebohongan?
6. Mana yang harus mendapat prioritas berita yang dibutuhkan pembaca atau berita yang penting untuk diketahui pembaca? Jelaskan!
7. Bagaimana caranya membuat berita menjadi menarik untuk dibaca?
8. Apakah tema berita itu?
9. Jelaskan tahapan-tahapan dalam proses pemberitaan?
10. Dalam tahapan proses pemberitaan tersebut adakah yang lebih utama dari tahapan yang lain?

Kerjakan selama 45 menit.

Tugas Membuat Kliping
Untuk tugas di rumah, buatlah kliping yang memuat materi di media massa. Kliping tersebut akan dinilai oleh rekanmu dengan kriteria penilaian seperti ini.
Pilihlah skor 1 – 5 untuk menilai kliping dengan memberikan tanda centang/cek (√) di dalam kolom. Nilai 1 merupakan nilai terendah, dan nilai 5 merupakan nilai tertinggi.

Unsur 1 2 3 4 5
Kerapian pembuatan kliping.
Kelengkapan materi kliping.
Kemenarikan muatan/isi kliping.
Kemenarikan tampilan dan hiasan.
Keberagaman jenis topik yang pilih.
Kamu bisa menilai hasil kerjaanmu dengan rumus nilai perolehan berikut ini.
Nilai perolehan =

ada gambar

Bagian K E D U A
Teknik Penyusunan Naskah Berita

ada gambar


Teknik Perencanaan Berita

ada gambar

Tujuan Pembelajaran

Sekarang kita baca dan pahami teknik perencanaan berita, agar kita mampu menganalisis berita dari persyaratan bangun beritanya dan mampu merencanakan penerbitan media sekolah.

ada gambar


Proses penyusunan naskah berita memerlukan perencanaan. Perencanaan ini dilakukan agar dalam menjalankan tugas peliputan berita wartawan tahu apa yang akan dikerjakan. Dengan perencanaan yang matang, wartawan akan terbantu ketika menjalankan tugasnya.
Untuk merencanakan berita yang akan diterbitkan, setiap kantor media massa melakukan rapat redaksi. Rapat redaksi ini menentukan peristiwa apa yang akan diliput, memilih siapa wartawan yang akan meliputnya, dan menetapkan dalam rubrik mana berita ini akan dimuat.
Penetapan rubrik berkaitan dengan jenis berita. Pemberitaan dalam bentuk reportase cocok untuk rubrik laporan atau liputan khusus. Tulisan dalam bentuk feature dan berita langsung cocok untuk berita-berita ringan, yang memakai ruang rubrik yang tidak terlalu luas.
Seorang wartawan yang ditugaskan meliput berita, harus mengetahui dalam rubrik apa tulisannya akan dimuat di media massa. Sehingga dia dapat menyesuaikan teknik peliputan berita dan teknik penulisan berita yang akan dipakainya.
Perencanaan berita tidak hanya berkaitan dengan rapat di ruang redaksi, tetapi dalam hal perencanaan yang harus dilakukan wartawan dalam pelaksanaan tugasnya. Wartawan merencanakan apa saja sumber berita yang akan diselidikinya, narasumber-narasumber berita yang akan diwawancarainya. Sehingga bagi seorang wartawan penting untuk mengetahui bahan-bahan berita, dan dimana sumber-sumber bahan berita.

A. Bahan Berita
Pertama-tama kita perlu mempelajari bahan berita. Apa saja bahan-bahan berita itu? Menurut Ermanto, bahan itu bisa berupa: (1) kejadian yang tak terduga timbulnya; (2) kasus-kasus; (3) pendapat cendekiwan; (4) diskusi, seminar, lokakarya, pelatihan pejabat baru; (5) sisi-sisi kehidupan yang human interest.

1. Kejadian yang tidak terduga timbulnya
Salah satu bentuk bahan berita adalah kejadian-kejadian tidak terduga timbulnya. Bahan ini pada umumnya berbentuk kejadian alam, kecelakaan yang waktu terjadinya tidak dapat ditentukan dan tidak direncanakan, dan kriminalitas. Contohnya seperti kasus gempa bumi 27 Mei di Yogya, dan Jawa Tengah.
2. Kasus-kasus kehidupan
Bahan berita yang menarik adalah kasus-kasus yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Umumnya berupa permasalahan atau kasus yang merugikan masyarakat. Seperti kasus lumpur panas di Sidoarjo karena pengeboran yang dilakukan PT. Lapindo Brantas, yang menyebabkan warga 7 kecamatan terancam kehilangan rumah.
3. Pendapat cendekiawan
Pendapat cendekiawan, pakar, ahli merupakan bahan berita yang dapat dijadikan berita menarik oleh wartawan. Bahan berita seperti ini akan dapat ditemukan, apabila wartawan menggali pendapat mereka dengan mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang dikembangkan dari permasalahan kehidupan masyarakat tentu akan menjadi bahan berita yang menarik. Contohnya ketika terbongkarnya pemakaian formalin pembuatan tahu, masyarakat tentu ingin mengetahui analisa pakar kesehatan tentang dampak formalin bagi manusia.
4. Kegiatan diskusi, seminar, lokakarya, peresmian, pelantikan, dan sebagainya
Diskusi, lokakarya, peresmian, pelantikan, dan sebagainya, dapat dijadikan berita. Disini ketepatan pemilihan persoalan yang diangkat dari kegiatan tersebut, sangat menentukan keberhasilan berita. Wartawan yang mampu menemukan inti permasalahan yang memiliki kebaruan, akan menghasilkan berita menarik.
5. Persoalan-persoalan hidup yang human interest
Jika seorang wartawan memiliki kejelian, maka akan menemukan banyak persoalan hidup yang bisa diangkat menjadi berita menarik. Persoalan hidup yang memiliki daya tarik manusiawi adalah bahan yang sangat tepat dijadikan berita menarik.
Kelima bahan berita ini patut mendapat perhatian dalam perencanaan berita. Beranjak dari kelima bahan berita tersebut wartawan dalam rapat redaksi dapat menentukan bahan berita apa yang akan diliput, ditulis dan akhirnya dimuat dalam medianya.

B. Sumber Bahan Berita
Ermanto dalam buku berjudul Menjadi Wartawan Handal dan Profesional berpendapat bahwa, kerja wartawan yang paling banyak dan paling berat sebenarnya bukanlah terletak pada penulisan berita, akan tetapi dalam hal pengumpulan data dan fakta. Wartawan harus menggali data-data dan fakta-fakta dan mengumpulkan sebagai modal dasar untuk menjadi berita.
M. Eko Supriyono, dalam buku Ermanto tersebut menulis bahwa selain data yang dilihat wartawan sendiri, setidaknya ada tiga sumber bahan berita, yakni:
(1) pengamatan langsung wartawan,
(2) informasi lisan dari orang-orang,
(3) informasi tertulis/bahan-bahan tertulis.
1. Pengamatan langsung wartawan
Pengamatan langsung wartawan terhadap suatu peristiwa merupakan salah satu sumber bahan berita yang mampu menghasilkan data/fakta. Untuk membuat suatu berita yang menarik, akurat, dan benar wartawan selalu dituntut untuk terjun ke tempat kejadian. Melalui pengamatan langsung, wartawan dituntut untuk bekerja dengan teliti, jeli dan tepat dalam mengumpulkan data dan fakta. Pengamatan langsung ini disebut juga reportase atau observasi.
2. Informasi lisan dari orang-orang
Wartawan perlu melengkapi data dan fakta melalui informasi lisan dari orang-orang yang memiliki keterkaitan langsung dengan peristiwa yang diliput. Narasumber yang mengetahui benar peristiwa/kejadian yang diliput melengkapi informasi yang diperoleh wartawan dalam pengamatan langsung. Untuk memperoleh data ini diperlukan keterampilan wawancara yang baik.
3. Informasi tertulis/bahan-bahan tertulis
Informasi tertulis adalah sumber bahan berita yang akan melengkapi data dan fakta suatu kejadian. Informasi tertulis ini biasanya dapat diperoleh dari orang yang berwenang atas kejadian tersebut. Umumnya instansi resmi dan perusahaan mengeluarakan press realese untuk menjelaskan permasalahan atau peristiwa yang terjadi di instansi atau perusahaannya. Informasi tertulis dapat diambil dari buku-buku, kamus, ensiklopedia, surat kabar, majalah, dokumen-dokumen tertulis, dan sebagainya. Kegiatan memanfaatkan informasi tertulis ini disebut juga sebagai riset pustaka.

Ketiga kegiatan tersebut perlu dikuasai wartawan ketika melaksanakan tugas peliputan berita. Saat perencanaan berita, wartawan menentukan teknik peliputan yang hendak dilakukannya. Wartawan merencanakan strategi peliputan, memilih narasumber untuk wawancara, dan mengadakan riset pustaka untuk melengkapi data.

ada gambar

C. Bangun Berita
Sebelum melaksanakan penulisan berita ada baiknya kamu memahami dulu bangun berita. Pemahaman ini penting agar kamu memiliki gambaran berita yang akan kamu susun.
Sebuah berita yang dibuat wartawan perlu memiliki persyaratan-persyaratan tertentu agar termasuk dalam berita yang baik. Menurut A. Pasni Sata ada beberapa persyaratan bangunan berita, yaitu:
1. memenuhi persyaratan teknis,
2. memenuhi persyaratan materi,
3. memenuhi persyaratan bentuk, dan
4. memenuhi persyaratan kebahasaan.

Persyaratan itu harus kamu perhatikan jika ingin menjadi wartawan profesional.
1. Persyaratan teknis
Secara teknis, sebuah berita harus memenuhi persyaratan yang dikenal dengan rumus 5W + 1H. Luwi Ishwara memberikan pegangan dasar dalam menggunakan unsur 5W+1H ini:
a. Siapa (who): Siapa yang diberitakan dalam berita?
Dapatkanlah nama lengkap dari orang-orang yang terlibat dan selalu mencek ejaannya untuk ketelitian.
b. Apa (what): Apa permasalahan/kejadian yang terdapat dalam berita?
Dapatkan cerita tentang apa yang terjadi. Dalam beberapa berita, seperti berita polisi, Anda mungkin ingin tahu urutan kejadiannya. Anda tidak perlu menulis beritanya secara kronologis, tetapi Anda perlu mengerti jalan ceritanya.
c. Kapan (when): Kapan kejadiannya?
Catatlah hari dan waktu dari peristiwa itu.
d. Di mana (where): Di mana lokasinya?
Dapatkan lokasi kejadian dan gambarkanlah.
e. Mengapa (why): Mengapa terjadi peristiwa itu?
Mengerti apa yang menjadi penyebab peristiwa itu. Apa yang menyebabkan konflik dan bila ada bagaimana pemecahannya.
f. Bagaimana (how): Bagaimana berlangsungnya peristiwa itu?
Cari lebih banyak informasi tentang peristiwa itu. Bagaimana itu bisa terjadi?

Berita yang tidak memenuhi persyaratan teknis akan membingungkan pembaca, karena tidak tersaji dengan lengkap. Jadi, kelengkapan data dalam sebuah berita dapat diukur dengan mengajukan enam pertanyaan dari rumusan 5W + 1H, sebagai persyaratan teknis.

2. Persyaratan materi
Ermanto memaparkan bahwa sebuah berita dari sudut materi harus memenuhi kebenaran dan kelengkapan fakta. Wartawan harus melakukan cek dan recek terhadap data-data atau fakta-fakta yang sudah terkumpul, tujuannya agar tidak terjadi kesalahan berita. Berita harus menyajikan data faktual, aktual dan akurat. Data yang faktual berarti data tersebut sesuai dengan kenyataan, tidak dilebihkan dan tidak pula dikurangi. Data aktual tidak hanya berarti data yang baru, tetapi juga relevan dengan pembacanya. Data yang akurat berarti data-data yang sesungguhnya terjadi.

3. Persyaratan bentuk
Berita juga memperhatikan persyaratan bentuk. Dari sudut persyaratan bentuk, yang paling banyak digunakan dalam surat kabar adalah bentuk piramida terbalik. Berita yang memenuhi persyaratan bentuk piramida terbalik akan memudahkan kita menemukan unsur-unsur yang ada dalam berita. Kalau dilihat anatomi berita, akan ditemukan bagian-bagian penting yang mesti ada dalam berita. Bagian-bagian penting dalam berita, yaitu: (1) judul berita (head line), (2) baris tempat peristiwa (date line), seperti: New York, Kompas; DIY, Bernas. (3) teras berita (lead/intro), dan (4) tubuh berita (body). Berita yang memenuhi persyaratan bentuk piramida terbalik dapat dilihat bagian-bagian itu seperti pada gambar berikut ini.

ada gambar

Bentuk berita piramida terbalik banyak dipakai di media massa harian, tetapi untuk media massa mingguan, bahkan bulanan lebih banyak ke bentuk tulisan reportase dan feature yang berbeda dengan bentuk piramida terbalik berita langsung. Reportase dan feature mengutamakan alur cerita yang menarik pembaca dan informasi penting terutama 5W+1H tidak melulu berada di teras berita. Semua bagian dalam tulisan laporan atau reportase dan feature lalu menjadi penting, dan tak bisa dipenggal sembarangan.
Untuk mempermudah pembaca menikmati menu bacaan, pelaku media biasanya membagi media, dalam beberapa rubrik. Topik rubrik biasanya ditulis di atas judul. Seperti Majalah Tempo edisi 8-14 Mei 2006, jika diurutkan abjad rubriknya terdiri dari: album, bahasa, buku, catatan pinggir, etalase, film, ilmu dan teknologi, inovasi, kesehatan, lingkungan, luar negeri, nasional, olahraga, opini, pendidikan, peristiwa, pokok dan tokoh, teknologi informasi, wawancara. Sementara majalah Gatra, no.09 tahun XII. Membagi rubriknya berikut ini: dari pembaca, ekonomi, esai, film, gatrasiana, hukum, ilmu dan teknologi, internasional, intrik, kolom, kriminalitas, meskipun tetapi, rona niaga, seni, techie, dan teropong. Judul rubrik di dua majalah tersebut diambil dari topik berita yang diangkat.

4. Persyaratan kebahasaan
Bahasa yang digunakan dalam penulisan berita harus memenuhi ketentuan bahasa jurnalistik. Bahasa Jurnalistik atau bahasa pers menurut H. Rosihan Anwar dalam buku Bahasa Jurnalistik dan Komposisi, adalah salah satu ragam bahasa. Bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu: singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik.
Ermanto menegaskan bahwa sebagai salah satu ragam bahasa Indonesia, bahasa jurnalistik itu harus mengacu dan mengikuti bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam penggunaannya, bahasa jurnalistik lebih tepat disebut dengan bahasa Indonesia khas jurnalistik. Artinya, selain mengikuti ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan, struktur bahasa Indonesia yang benar, serta kosakata yang baku, bahasa jurnalistik juga memiliki kekhasan tersendiri dalam penggunaannya.
Kekhasan bahasa jurnalistik ini dirangkum oleh Patmono SK, dalam buku Teknik Jurnalistik, dalam tiga ketentuan:
1. Kalimat pendek
Dalam jurnalistik, penggunaan kalimat pendek merupakan pilihan utama. Hal ini dimaksudkan agar pokok persoalan dapat dengan mudah dimengerti pembaca. Dalam tulisan jurnalistik satu kalimat berisi satu ide.
Contoh 1
Penyanyi Ari Lasso (33) tak pernah lepas dari buku. Mantan vokalis Dewa 19 yang kini bersolo karier itu selalu membawa buku kemana pun pergi. Buku itu dibaca Ari ketika ada waktu luang di antara kegiatannya.
Maksud hati sekedar mengisi waktu luang, namun Ari justru mendapat banyak hal dari buku-buku yang dibacanya. Salah satunya, mendapat inspirasi untuk membuat lirik lagu.
2. Kalimat aktif
Agar suatu tulisan dapat menarik pembaca, wartawan harus mampu menghidupkan kalimat yang ditulisnya. Pengunaan kalimat aktif merupakan ketentuan yang perlu dipatuhi. Ketentuan penggunaan kalimat aktif ini memang tidak mutlak, ada kalanya kalimat pasif digunakan untuk memberikan tekanan pada objeknya. Intinya wartawan harus dapat menonjolkan berita agar jadi hidup.
Contoh2
Meski kadang menyebalkan dan kalau kadang menggigit suka bikin gatal, semut memiliki perilaku yang bisa ditiru. Kehidupan mereka dalam koloni yang mengutamakan persatuan, kesatuan, dan kerja sama, menjadi inspirasi pengarang fabel sejak lama.
3. Bahasa positif
Suatu laporan akan menarik apabila ditulis dengan bahasa positif. Wartawan yang baik, menyampaikan berita dalam bahasa yang positif, tidak dengan pengungkapan yang negatif. Dengan bahasa yang positif, berita akan menjadi tegas. Contohnya, dalam pemberitaan olahraga, wartawan menulis, “Italia mengalahkan Perancis dalam final Piala Dunia 2006” berita ini tegas, dan langsung dapat dimengerti pembaca, dibandingkan tulisan “Perancis tidak berhasil mengalahkan Italia dalam final Piala Dunia 2006”. Kata tidak merupakan kata negatif. Walaupun memiliki makna yang sama namun pemakaian bahasa negatif di atas membuat berita kurang tegas dan jelas.

D. Aspek Penentu Nilai Berita
Wartawan juga harus mempertimbangkan apakah berita yang akan dimuat itu menarik perhatian pembaca? Apakah peristiwa itu pantas diberitakan di media massa? Pertimbangan untuk menentukan layak atau tidaknya sebuah kejadian/kegiatan diberitakan perlu dilakukan wartawan sebelum mengumpulkan data/fakta. Sehingga, kegiatan ini masuk dalam perencanaan berita.
Kejadian yang layak diberitakan berarti memiliki nilai berita. Ermanto menulis ada delapan aspek penentu nilai berita, yaitu: (1) aspek waktu, (2) aspek jarak, (3) aspek penting/ternama, (4) aspek akibat/ dampak, (5) aspek keluarbiasaan, (6) aspek pertentangan/konflik, (7) aspek kemajuan/kebaruan, (8) aspek human interest.
1. Aspek waktu
Waktu terjadinya suatu peristiwa/kegiatan sangat menentukan pantas tidaknya untuk diberitakan. Hal ini sering disebut dengan kelayakan berita. Wartawan harus tahu bahwa peristiwa atau kegiatan yang layak untuk diberitakan adalah yang relatif baru.
2. Aspek jarak
Jarak antara peristiwa berlangsung dengan pembaca, ikut menentukan layak suatu berita. Peristiwa/kegiatan itu akan layak diberitakan adalah yang jaraknya relatif dekat dengan pembaca. Kedekatan peristiwa dengan pembaca, bisa secara geografis maupun emosional.
3. Aspek penting/ternama
Sebuah peristiwa juga memiliki berita apabila dialami oleh orang penting atau terkenal. Sisi kehidupan yang biasa saja tidak akan menjadi berita yang bernilai apabila dialami oleh orang-orang biasa saja. Namun, akan menjadi berita yang bernilai apabila dialami oleh orang yang terkenal.


4. Aspek akibat/dampak
Peristiwa yang menimbulkan dampak atau akibat yang besar bagi masyarakat juga menentukan bernilai atau tidaknya sebuah berita. Peristiwa yang memiliki dampak luas dan besar terhadap kehidupan masyarakat, perlu menjadi perhatian para wartawan untuk memberitakannya.
5. Aspek keluarbiasaan
Aspek keluarbiasaan yang dialami atau ditemui manusia dalam kehidupan juga menentukan kelayakan untuk menjadi berita; peristiwa atau hal yang luar biasa dapat menjadi berita yang muat untuk media massa. Hal yang luar biasa, biasanya akan menarik perhatian banyak pembaca.
6. Aspek pertentangan/konflik
Aspek pertentangan atau konflik yang terdapat dalam suatu peristiwa ikut menentukan layak tidaknya untuk diberitakan. Masalah yang mengandung konflik biasanya mengundang perhatian masyarakat. Aspek pertentang itu misalnya: peperangan, perkelahian, pertarungan, pertandingan, dan pertikaian. Semua itu memiliki nilai berita.
7. Aspek kemajuan/kebaruan
Sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi kehidupan manusia adalah hal yang sangat layak untuk diberitakan. Hasil pemikiran, penemuan, karya nyata, keterampilan, ilmu pengetahuan, dan teknologi, bisa diangkat menjadi berita.
8. Aspek human interest
Peristiwa kehidupan manusia yang memiliki daya tarik manusiawi (human interest) juga akan memiliki nilai berita. Hal ini akan menyentuh lubuk hati manusia, mungkin berupa kekaguman, iba, ketakjuban, atau mungkin haru.

E. Format Media
Sebelum kita melaksanakan peliputan berita, ada baiknya kita merencanakan format media yang akan dipakai. Ada berbagai format media yang bisa dipakai untuk penerbitan media sekolah. Karakteristik setiap format berbeda satu sama lain. Rondang Pasaribu dalam bukunya berjudul Bagaimana Mengelola Penerbitan Media Sekolah memaparkan berberapa format media sekolah.
1. Newsletter
Newsletter (surat atau edaran berkala) adalah format media cetak paling sederhana, bisa berukuran folio, bisa pula kuarto. Jumlah halaman biasanya terbatas, dan biasanya tidak bersampul khusus. Ada yang hanya satu halaman, tetapi ada pula yang sampai 10 halaman. Keuntungan pemakaian format newsletter biayanya tidak mahal. Kekurangannya beritanya tidak banyak dan mendalam.
2. Majalah
Pembuatan format media majalah mengadopsi format media majalah pada umumnya. Majalah memiliki sampul dengan kualitas kertas yang lebih baik dari pada kertas di dalamnya, serta jumlah halaman bisa lebih banyak dari newsletter. Kelebihan format majalah adalah tampilan akan lebih bagus, dan muatan berita bisa lebih banyak dan mendalam. Kekurangannya memerlukan biaya yang lebih banya daripada pembuatan newsletter.
3. Majalah Dinding
Majalah dinding (mading) biasanya digantung atau ditempel pada dinding atau papan di ruang terbuka. Tujuannya agar siswa sekolah dapat secara bersama-sama membaca isi majalah atau koran dinding ini. Mading dapat disusun secara kreatif oleh siswa agar menarik. Kelebihan mading adalah siswa bebas mengekspresikan ide untuk membuat media sekolah yang menarik sesuai format mading. Kekurangannya mading bersifat stasioner, tidak dapat dibawa ke mana saja, serta mading tidak bisa dipakai untuk dokumentasi yang praktis seperti majalah atau newsletter.
4. Tabloid
Tabloid sebenarnya dapat disebut sebagai setengah majalah sekaligus setengah surat kabar. Ukuran dan jumlah halamannya pun memang berada di tengah ukuran kedua jenis media cetak tadi. Persiapan sebelum mencetak tabloid sama seperti yang dilakukan untuk menerbitkan majalah. Untuk pembuatan media sekolah kelebihan dan kekurangan tabloid sama seperti majalah. Hanya kertas tabloid tidak dijilid seperti majalah tetapi bisa dipisah seperti surat kabar.
5. Surat Kabar
Surat kabar merupakan bentuk media massa cetak yang paling besar. Untuk mempermudah pembaca tulisan di surat kabar dibagi atas kolom-kolom. Diperlukan mesin cetak khusus untuk membuat media dengan format surat kabar, dan tidak semua percetakan memilikinya. Sehingga sangat jarang kita jumpai media sekolah yang mempergunakan format surat kabar. Kelebihan surat kabar adalah dapat memuat informasi dengan lebih banyak. Namun, kekurangannya kualitas kertas surat kabar di bawah kualitas majalah dan tabloid, serta sulit menemukan percetakan yang mampu membuat format media surat kabar.

F. Manajemen Media Sekolah
Nah...kamu dapat merencanakan format media macam apa yang akan kamu pergunakan untuk media sekolahmu. Berbagai pertimbangan tentu harus kamu perhatikan seperti anggaran dan sarana, sumber daya manusia, dan waktu. Pertimbangkan secara seksama dengan seluruh peserta ekstrakurikuler jurnalistik dalam perencanaan berita.

Bacaan

Sekarang, kamu sudah memahami kan kalau ada empat macam persyaratan bangun berita yang perlu diperhatikan. Nah untuk memperdalam kemampuanmu dalam menganalisis berita, terutama dari persyaratan bangun beritanya bacalah berita berjudul “Peringatan 100 Hari Musibah Gempa Bumi ‘Kepyakan’ Doa Bersama di 7 Kota” dari koran harian Kedaulatan Rakyat, hari Senin, 4 September 2006. Isilah lembar analisis berita yang telah disediakan dibawahnya.

Ide Meneliti Terinspirasi dari Kasus Malaria
Jayapura--Papua tak melulu identik dengan keterbelakangan. Dari provinsi ini, ada salah satu siswanya yang berhasil mengukir prestasi internasional. Dia adalah Rudolf Surya Bonay, yang meraih medali emas di ajang The First Step to Nobel Prize in Chemistry yang dihelat di Polandia akhir Mei lalu. Apa keistimewaan Surya Bonay?

Sejak namanya diumumkan sebagai pemenang di ajang bergengsi internasional, Surya sulit ditemui. Seperti kemarin, ketika Cenderawasih Pos datang ke rumahnya di kawasan Argapura, putra keenam pasangan Erens Bonay dan Eliswati Elizabeth itu sedang pergi. Dia sibuk dengan jadwal wawancara dari berbagai media, baik cetak maupun elektronik.

Tapi, di sela-sela kesibukannya itu, Surya Bonay tetap meluangkan waktu untuk wartawan koran ini. "Maaf ya, lama nunggu," kata ABG kelahiran 7 Desember 1988 itu, sambil melebarkan senyumnya.

Ditanya soal keikutsertaannya dalam ajang internasional di Polandia itu, Surya mengaku sebenarnya tak memasang target menang. "Waktu itu dalam pikiran saya hanya ingin belajar dan bagaimana bisa menemukan sesuatu yang baru dan berguna bagi manusia," katanya.

Bahkan, ketika melakukan penelitian di akhir Januari lalu, dia mengaku sama sekali tak berpikir bakal menang, meski sering meraih prestasi di tingkat lokal.

Mengapa suka kimia? "Kimia erat kaitannya dengan kejadian di alam," ujarnya memberikan alasan. Karena suka dengan kimia, Surya betah berlama-lama tinggal di laboratorium. Di laboratorium itu, dia melakukan berbagai percobaan dengan bahan kimia, baik tentang atom, nuklir, senyawa kimia lain hingga peluruhan atom dan sebagainya.

Keikutsertaan Surya hingga ke Polandia berawal setahun lalu ketika mengikuti Olompiade Sains Nasional di Jakarta. Dalam even ini, Surya meraih medali perak untuk bidang kimia. Saat itu Surya bertemu Prof Yohanes Surya. Yohanes inilah yang menawari Surya untuk ikut The First Step to Nobel Prize in Chemistry di Polandia.

Surya lalu dikenalkan dengan Dr Linawati, dosen Biologi di Pascasarjana Universitas Satya Wacana (USW) Salatiga. Linawati kemudian menjadi pembimbing Surya dalam melakukan penelitian di laboratorium USW Salatiga.

Yang menarik, umumnya orang menyusun presentasi setelah melakukan penelitian. Tapi, Surya melakukan penelitian sambil menyusun materi presentasi atau makalah. "Jadi, saya melakukan penelitian sambil terus menyusun makalah," ceritanya.

Dalam penelitian yang dilakukan selama 2,5 bulan itu, Surya mengangkat tema Menemukan Potensi Fototoksin Klorophyl sebagai Larvasida dan Antimikroba Alami.

Menurut Surya, tema tersebut dilatarbelakangi kondisi daerahnya (Papua) yang rawan dengan malaria dan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. "Saya melihat latar belakang Papua yang begitu banyak penyakit infeksi karena bakteri dan malaria," paparnya.

Selain itu, semua tahu bahwa klorofil (zat hijau pada daun) memiliki fungsi yang menyehatkan. Apalagi ada penemuan sejumlah ahli bahwa klorofil bisa menyembuhkan kanker jika diinjeksi ke tubuh manusia. Hanya, temuan ahli itu menurut dia, akumulasinya di dalam sel kanker terlalu lama. "Saya berangkat dari situ," ujarnya.

Dia melihat klorofil bisa berfungsi sebagai antimikroba dan larvasida. Ini sangat baik untuk pencegahan malaria serta infeksi bakteri lainnya.

Menurut ilmuwan muda ini, klorofil memiliki struktur unik. Ekornya (fitil) bersifat hidrofobik suka lemak. Sedangkan porpili (bagian klorofil) yang besar lebih suka air. Sehingga fitil bisa mengikat lemak, sedangkan hidrofobik mengeluarkan kotoran atau racun dari tubuh.

Penelitian itu ternyata berhasil dan positif. Tentu saja ini sangat berguna bagi dunia kesehatan manusia. Tak heran jika hasil penelitian Surya dipilih sebagai pemenang.

Meski disebut sebagai pemenang, toh Surya terlihat biasa saja. "Saya bangga karena bisa berbuat untuk bangsa dan daerah. Saya senang. Ini berkat dari Tuhan," katanya.
Kendati hasil penelitiannya diakui dunia, Surya belum ingin berpikir jauh. "Saya hanya ingin belajar, kuliah, dan menekuni bidang kimia dan saya masih punya cita-cita lain," ujarnya lagi. Surya menginginkan hasil penelitiannya bisa dikembangkan lagi oleh yang lebih ahli, sehingga bisa diaplikasikan dan berguna bagi manusia.

Surya yang baru lulus dari SMA Negeri 5 Jayapura ini mengaku belum memiliki cita-cita. Dia ingin kuliah di perguruan tinggi yang terbaik. Hanya, dia terkendala biaya. "Saya ingin kuliah di universitas terbaik, tetapi saya kesulitan biaya," ujarnya. Kali ini wajahnya tampak sedih.

Ny Elizabeth, ibu Surya yang menemani selama wawancara, berharap anaknya bisa mendapat beasiswa. "Beasiswa itu bisa meringankan beban kami," katanya.

Menurut Elizabeth, Surya adalah anak yang penurut dan nyaris tidak pernah main keluar rumah. Kalaupun keluar, dia hanya pergi ke rumah teman sekolah untuk belajar. "Dia lebih banyak di rumah, belajar dan belajar," kata Elizabeth. Surya paling senang membaca buku-buku petualangan, ensiklopedia, serta buku renungan.

Kata Elizabeth, Surya juga pendiam dan tidak banyak bicara. "Dia bicara kalau ditanya saja. Dia lebih banyak diam," katanya. Tetapi, jika diajak bicara, Surya akan bicara dengan gamblang dan sistematis. "Dia bisa cerewet kalau ditanya saja. Kalau tidak ditanya, dia diam saja," ujar Elizabeth lagi.

Menurut Elizabeth, Surya terbiasa dengan disiplin yang diterapkan sang bapak, Erens Bonay, pria asal Serui. Erens yang purnawirawan TNI-AD ini selalu tegas terhadap anak-anaknya. "Dalam keluarga saya disiplin harus tegak. Jadi, anak-anak harus punya waktu yang jelas untuk main, belajar, dan istirahat. Ya, hampir sama dengan disiplin militer," kata Erens, yang juga ikut menemani wawancara.

Sifat diam Surya ini bukan hanya di rumah. Menurut Marthinus Wonay, teman sekelasnya, di sekolah Surya juga cenderung pendiam. "Kalau tidak ditanya, dia diam saja," ujar Marthinus. Meski demikian, kata Marthinus, Surya yang sering menjadi asisten tutor di sekolahnya ini selalu suka menolong. "Kalau ada pelajaran yang tidak kami mengerti, dengan senang hati Surya akan memberikan penjelasan," katanya. Tak heran di sekolah Surya disebut tutor atau semacam asisten guru bagi teman-temannya.

"Dia menjadi tutor karena memang pintar. Dia jauh di atas kami," lanjut Marthinus lagi. Di mata teman-temannya, Surya adalah sosok pendiam yang suka menolong, khususnya dalam hal pelajaran. ***

Sumber: Cendewasaihpos, Rabu, 28 Juni 2006
======================================================================

Analisis berita
Judul Berita :........................................................................................
Sumber : .......................................................
Hari : ....................
Tanggal : ....................
Teknis Berita
1. Apakah berita tersebut memuat semua unsur teknis berita (5w+1H)?
2. Tulislah unsur tersebut dalam kolom dibawah ini
a. Apa (what)
b. Siapa (who)
c. Dimana (where)
d. Kapan (when)
e. Mengapa (why)
f. Bagaimana (how)

3. Jika tidak semua unsur teknis berita termuat dalam berita tersebut, unsur apa yang tidak dimuat itu? Menurutmu mengapa?
4. Bagaimana dampak dari tidak termuatnya semua unsur 5W+1H bagi informasi berita?

Materi Berita
5. Tuliskan fakta-fakta yang dimuat dalam berita tersebut?
6. Bagaimana jika data-data dalam suatu berita ternyata mengandung ketidakbenaran?

Bentuk Berita
7. Bagaimana bentuk bangun beritanya? Jelaskan!
Kebahasaan
8. Bagaimana pemakaian bahasa dalam berita tersebut? Apakah sudah baik dan benar sesuai bahasa Indonesia khas jurnalistik? Jelaskan!


Latihan

Mulai teknik perencanaan berita ini, kamu akan berlatih membuat media sekolah. Diawali dari perencanaan berita ini, kamu dan kelompokmu merencanakan tema dan peristiwa apa yang akan diberitakan di media sekolahmu. Berikut ini latihannya:

1. Berdiskusilah dengan seluruh anggota ekstrakurikuler jurnalistik tentang tema berita yang akan diangkat untuk terbitan kali ini!
2. Tentukan peristiwa-peristiwa apa yang akan dimuat dalam media sekolah tersebut!
3. Termasuk pula format media sekolah yang akan dipergunakan!


ada gambar

Teknik Peliputan Berita

ada gambar

Tujuan Pembelajaran
Ayo kawan, tong lakukan peliputan berita!


Sekarang kita memasuki teknik kedua dalam proses penyusunan naskah berita. Setelah teknik perencanaan berita, kini kita akan belajar memahami teknik peliputan berita. Kamu sudah tahu kan? dalam kegiatan jurnalistik terdapat tiga teknik peliputan berita, yaitu reportase, wawancara, dan riset kepustakaan (studi literatur). Mari kita pelajari satu persatu.

A. Reportase
Reportase adalah kegiatan jurnalistik berupa meliput langsung ke lapangan, ke “TKP” (Tempat Kejadian Perkara). Wartawan mendatangi langsung tempat kejadian/peristiwa, lalu mengumpulkan fakta, dan data seputar peristiwa tersebut. Fakta dan data yang dikumpulkan harus memenuhi unsur-unsur berita 5W+1H.
Dalam reportase keingintahuan sangat diperlukan. Ada beberapa teknik yang dikembangkan Luwi Ishwara dalam buku Catatan-catatan Jurnalisme Dasar untuk mengembangkan keingintahuan ini:
1. Tempatkan diri Anda sebagai pembaca. Apa yang membuat berita itu penting dan menarik? Seandainya Anda terpengaruh oleh berita itu, apa yang Anda inginkan dan butuhkan untuk mengetahui peristiwanya?
2. Cara lain adalah metode garis waktu dengan cara menelusuri urutan kejadian itu. Mulai dari saat ini, kemudian melihat ke masa lalu dan ke masa mendatang. Apa yang terjadi sekarang? Bagaimana peristiwa itu mulai berkembang? Bagaimana urutannya dan apa tindakan berikutnya? Pertanyaan yang melibatkan urutan waktu ini akan memberikan jawaban tentang latar belakang dan kronologis dari berita Anda.
3. Teknik yang juga bisa membangkitkan keingintahuan adalah membayangkan diri sebagai detektif yang sedang menghadapi misteri atau konflik suatu kasus pembunuhan. Pertanyaan apa yang akan Anda ajukan untuk memecahkan masalah atau kejahatan itu? Pertanyaan-pertanyaan ini akan berpusat pada apa yang terjadi, motif, akibat, dan petunjuk untuk mengungkapkan kebenaran.
4. Sifat ingin tahu juga bisa dibangkitkan dengan cara membuat daftar dari semua pertanyaan yang timbul dalam pikiran Anda mengenai gagasan berita Anda. Kemudian dengan menggunakan semua teknik yang sudah disebutkan, mulai mengerahkan daya pikir tentang hal-hal penting yang ingin Anda liput-brainstorming and mapping technique.
Reportase merupakan kegiatan observasi langsung yang dilakukan wartawan untuk mengetahui peristiwa secara lebih terpercaya. Peristiwa yang diliput harus bernilai jurnalistik, atau bernilai berita. Peristiwa sendirinya sendiri secara garis besar terbagi dua:
1. Peristiwa yang diduga terjadi atau direncanakan terjadi, misalnya peristiwa kejuaraan olahraga (Liga Indonesia, World Cup), seminar,
2. Peristiwa yang tidak terduga kejadiannya, misalnya gempa bumi, tanah longsor dan lain-lain.
Dari segi substansi atau jenis peristiwa, Asep Syamsul M. Romli, dalam buku Jurnalisme Praktis untuk Pemula, menuliskan reportase bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu beat system, dan follow up system.
Beat system adalah sistem pencarian bahan berita yang mengacu pada beat (bidang liputan), yaitu meliputi peristiwa dengan mendatangi secara teratur instansi pemerintah atau swasta, atau tempat-tempat yang dimungkinkan memunculkan peristiwa, informasi, atau hal-hal yang bisa menjadi bahan berita.
Sedangkan follow up system adalah teknik meliput bahan berita dengan cara menindaklanjuti (follow up) berita yang sudah ditulis.
Dalam meliput peristiwa, Romli menekankan bahwa wartawan harus memperhatikan:
1. Kode Etik Jurnalistik atau Kode Etik Wartawan Indonesia
2. Fairness Doctrine (Doktrin Kejujuran) yang mengajarkan, mendapatkan berita yang benar lebih penting daripada menjadi wartawan pertama yang menyiarkan/menulisnya.
3. Cover both side atau news balance, yakni perlakuan adil terhadap semua pihak yang menjadi objek berita, dengan meliput semua atau kedua belah pihak yang terhadap dalam peristiwa.
4. Cek dan ricek, yakni meneliti kebenaran sebuah fakta/data, beberapa kali sebelum menuliskannya.
Nah... kamu telah mengetahui tentang reportase, kini kita akan belajar mengenai wawancara. Pengetahuan wawancara penting sekali sebagai bekalmu meliput berita.

B. Wawancara
Semua jenis peliputan berita memerlukan proses wawancara (interview) dengan sumber berita atau narasumber (interviewee). Wawancara bertujuan pokok menggali informasi, komentar, opini, fakta, atau data tentang suatu masalah atau peristiwa dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber.
Ermanto, dalam buku Menjadi Wartawan Handal dan Profesional membedakan wawancara jurnalistik dari berbagai sudut pandang, seperti: (1) informasi yang diperoleh, (2) sarana yang digunakan, dan (3) kesiapan pelaksanaan wawancara.
1. Wawancara berdasarkan informasi yang diperoleh
a. Information interview
Information interview adalah wawancara yang dilaksanakan oleh wartawan untuk memperoleh keterangan, informasi, data, dan fakta suatu peristiwa.
b. Feature interview/personality interview
Feature interview/personality interview merupakan wawancara untuk menggali cerita kehidupan seseorang yang akan dijadikan berita.
c. Opini interview
Opini interview adalah jenis wawancara yang dilakukan oleh wartawan untuk mendapatkan pendapat, opini, gagasan, dan ide dari satu atau lebih sumber berita.
2. Wawancara berdasarkan sarana yang digunakan
a. Wawancara melalui telepon
Wawancara melalui telepon merupakan jenis wawancara yang sering digunakan. Jenis wawancara ini dapat menghemat waktu, dapat berhubungan dengan cepat dengan narasumber yang sulit meluangkan waktu pertemuan. Secara lebih khusus, keterbatasan waktu menggunakan telepon dapat membatasi jumlah topik pertanyaan dan akan mengajukan pertanyaan yang penting dan perlu.
b. Wawancara tatap muka
Wawancara tatap muka disebut dengan wawancara langsung. Wawancara ini memiliki kelebihan, karena memberikan waktu lebih banyak untuk memperoleh informasi yang dikehendaki serta akan muncul informasi baru selama wawancara.
c. Wawancara melalui konferensi pers
Wawanacara melalui konferensi pers sangat sering dilakukan oleh lembaga resmi, baik pemerintah maupun swasta. Wawancara melalui konferensi pers sangat terbatas. Ini tentu menyulitkan wartawan untuk mengumpulkan informasi yang berharga. Keuntungannya, apabila wartawan diberi kesempatan bertanya, serta mengadakan perjanjian untuk melanjutkan wawancara di waktu dan tempat yang lain.
d. Wawancara tertulis
Wawancara tertulis merupakan jenis wawancara dengan mengajukan pertanyaan tertulis kepada narasumber dan narasumber akan menjawabnya secara tertulis pula. Wawancara seperti ini dilakukan karena narasumber tidak memiliki waktu untuk wawancara tatap muka atau dengan tujuan untuk memberi waktu berpikir kepada narasumber. Wawancara ini biasanya dilakukan untuk mengungkapkan persoalan yang rumit, sehingga narasumber harus berhati-hati mengemukakan pendapatnya.
3. Wawancara berdasarkan kesiapan pelaksanaan wawancara
a. Wawancara mendesak
Wawancara mendesak disebut pula wawancara mendadak. Wawancara jenis ini dilakukan dalam keadaan yang mendesak, karena tidak direncanakan. Disinilah diperlukan kejelian wartawan. Melalui wawancara ini, wartawan memperoleh bahan berita di luar dugaan, yang mungkin belum tentu diperoleh wartawan lain.
b. Wawancara terencana
Wawancara terencana ini merupakan wawancara yang sudah direncanakan wartawan. Bentuk perencanaan bisa dilakukan oleh wartawan sendiri atau secara tim. Walaupun demikian, wawancara ini sedapat mungkin harus ada kontak terlebih dahulu dengan narasumber, sehingga wawancara yang dilakukan dapat berjalan sebaik mungkin.

Apakah kita bisa melaksanakan wawancara dengan sembarang orang? Hmm, O.. sebaiknya tidak, wawancara tidak bisa dilakukan dengan sembarangan narasumber. Karena itu, ada beberapa kriteria yang harus dimiliki seorang narasumber, yaitu:
1. Kredibel, orang nomer satu, terkenal atau terkemuka, pakar di bidangnya, memiliki wewenang, berprestasi atau unggul;
2. Tajam dan analitis;
3. Kaya data dan informasi mutakhir;
4. Berani bicara apa adanya;
5. Berpikir runut;
6. Berwawasan luas;
7. Bukan jago kandang;
8. Konsisten;
9. Gampang dihubungi;
10. Paham dunia jurnalistik.

Pemilihan narasumber ini tentu berkaitan dengan bidang kajian yang kuasai narasumber. Namun ada kalanya kita akan mewawancarai orang-orang yang tidak masuk kriteria tersebut, namun informasinya penting, dan terpercaya, seperti kesaksian seorang korban bencana alam. Maka kita juga harus pandai dalam mencari narasumber, dan mewancarainya.


Wawancara dapat berjalan baik melalui kecerdikan mengajukan pertanyaan dan kepekaan mendengarkan atau mencerna jawaban. Kecerdikan pewawancara ini menurut Asep Syamsul M. Romli. SIP bergantung pada dua tahap yang harus ditempuhnya: tahap persiapan dan tahap pelaksanaan wawancara.

1. Tahap Persiapan Wawancara
a. Pewawancara yang baik tidak berangkat dengan kepala kosong. Dia harus memahami topik pembicaraan dan permasalahan yang ada seputar topik tersebut.
b. Pewawancara harus merumuskan pertanyaan. Tentu saja, rumusan pertanyaan yang telah disusun tidak bersifat kaku, melainkan fleksibel.
c. Pewawancara menjalin hubungan dengan pihak yang hendak diwawancarai.

2. Tahap Pelaksanaan Wawancara
a. Pewawancara datang tepat waktu.
b. Pewawancara memperhatikan penampilan.
c. Pewawancara datang dengan persiapan dan pengetahuan masalah.
d. Pewawancara sebaiknya mengemukakan alasan kedatangan (maksud dan tujuan) sebagai pengantar atau basa-basi untuk menjaga suasana psikologis interviewee.
e. Pertanyaan yang diajukan pewawancara hendaknya dimulai dengan hal-hal umum (secara garis besar), dan setiap pertanyaan mengarahkan narasumber pada inti persoalan.
f. Pertanyaan tidak bersifat interogatif atau terkesan memojokkan interviewee sebagai “terdakwa”, dan hindari sebisa mungkin perkataan yang cenderung “menggurui”.
g. Pewawancara mendengarkan jawaban dengan baik, dan boleh menyela jika interviewee menyimpang dari topik wawancara. Sebisanya selaan dilakukan ketika interviewee dalam keadaan rileks.
h. Siapkan catatan. Jangan ragu untuk menuliskan dan mengajukan pertanyaan baru yang muncul saat mendengarkan pembicaraan interviewee. Sebab, dalam proses wawancara kadang muncul masalah baru yang bisa dikembangkan. Dengan kata lain, pewawancara harus siap mengembangkan masalah asalkan masih berkaitan dengan tema yang dibicarakan.

Selain itu, pelaksanaan wawancara akan lebih baik jika pewawancara mengenal baik biografi interviewee, jabatannya, perwatakannya, hobinya, dan lain-lain menyangkut diri narasumber. Adapun hal-hal lain yang harus dihindari selama wawancara antara lain jangan menjilat, sok akrab, dan menjual nama orang.
Dalam buku Catatan-catatan Jurnalisme Dasar karya Luwi Ishwara terdapat lima prinsip praktis yang layak diperhatikan selama wawancara.

1. Terbuka dan beri perhatian
Reportase, kata A.J. Liebling, umumnya adalah menaruh perhatian pada setiap orang yang kamu jumpai. Kamu tidak harus menyukai setiap orang yang kamu wawancarai. Tetapi kamu harus bisa memberi perhatian padanya.
2. Kamu akan menuai hasil dari apa yang kamu tanam
Ada prinsip penting dalam wawancara, “pertanyaan yang bodoh menghasilkan jawaban yang bodoh”. Karena itu, berhati-hatilah mengajukan pertanyaan. Persiapkan dengan seksama pertanyaanmu.


3. Orang akan bicara lebih bebas jika mereka senang
Kamu bisa membuat wawancara menyenangkan dengan cara mendengarkan sungguh-sungguh, dengan menghargai orang sebagai teman sesama, dengan tawa tulus menyambut banyolan mereka, dengan mengajukan pertanyaan yang didasarkan pada persiapan matang sebelumnya dan dengan mendengarkan apa yang mereka katakan.
4. Dalam konversasi kamu akan menambang berton-ton bijih untuk mendapatkan satu gram emas
Kebanyakan orang hanya omong. Mereka menjawab pertanyaanmu sebisanya. Mereka tidak merasa perlu untuk bicara menurut cerita yang ingin kamu tulis. Tugasmu untuk membentuk semua itu. Menjadi cerita yang enak.
5. Wawancara dianggap berhasil bila yang diwawancarai merasa bebas untuk mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkan dan dirasakan
Ini berarti kamu harus mendengarkan dengan tulus tanpa rasa ingin mengadili. Kamu harus bisa memahami pandangan dan perasaan narasumber, hingga narasumber mampu mengungkapkan jawaban dengan bebas.

Itulah sekilas pengetahuan dasar yang harus kamu ketahui dari satu kegiatan jurnalis, yaitu wawancara. Berikutnya ada kegiatan yang juga harus ketahui.

C. Riset Kepustakaan
Septiana Santana dalam buku Jurnalisme Investigasi menyebut bahwa riset kepustakaan sebagai riset sumber sekunder. Meskipun dinilai tak sebanding dengan sumber primer, materinya tetap layak diperhitungkan.
Bentuk riset sumber-sumber informasi sekunder ialah kamus, ensiklopedia, atlas, almanak, yang terdapat di rumah atau di manapun, juga meliputi sejumlah catatan yang diperlukan dari buku-buku teks atau jurnal, atau dari majalah dan koran. Akan tetapi, kebanyakan riset sumber sekunder dilakukan di perpustakaan, memanfaatkan pelbagai teks di perpustakaan.
Kini wartawan dapat memanfaatkan internet untuk melaksanakan riset lebih mendalam. Informasi data penting dari berbagai pihak bisa diperoleh melalui internet. Bagi Septiana Santana, “Internet merupakan salah satu perkembangan teknologi, yang mendorong evolusi jurnalisme, melalui jaringan trasglobal perhubungan komputer.”
Dari sebuah web sites, misalnya didapat kemudahan untuk mendapatkan lima sumber informasi, yakni: institusi akademik, pemerintahan, asosiasi dan organisasi non-profit, pelbagai perusahaan komersial, dan berbagai individu. Bagi jurnalisme, hal ini berarti kemudahan untuk mendapatkan independenitas pemikiran para ahli (institusi akademik), fakta-fakta para pekerja (pemerintahan), informasi alternatif dari sumber-sumber kredibel seperti kelompok Greenpeace (organisasi dan asosiasi), dan referen-referen mengenai perusahaan (perusahaan komersial). Dalam kaitannya perhubungan informasi yang bersifat individual, setiap wartawan menjadi dapat berhubungan langsung dengan perkumpulan asosiasi kewartawan, guna mengembangkan wacana keprofesionalan kerjanya.

Bacaan
Saya merekomendasikan kamu membaca buku: Jurnalisme Praktis untuk Pemula tulisannya Asep Syamsul M. Romli, S.IP, dari penerbit Rosda, Bandung. Sebagai pemula, buku ini membantumu lebih mengenal jurnalistik. Bukunya tidak cukup tebal, namun isinya informatif.


Latihan

Kamu dan kelompokmu telah melakukan rapat redaksikan? kini tentu kamu harus bergerak. Kamu harus mulai mengadakan peliputan berita!

ada gambar

Teknik Penulisan Berita

ada gambar

Tujuan Pembelajaran:
Sekarang hasil liputan itu kita tulis jadi berita untuk media sekolah kita!



Teknik penulisan berita ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu pertama, penulisan berita langsung (straight news); kedua, penulisan liputan (reportase); Penulisan feature

A. Teknik Penulisan Berita Langsung
(Straight News)

Berita langsung berisi laporan langsung yang hanya memuat fakta kejadian dan sarat dengan informasi. Sifat tulisan ini padat, lugas, singkat, dan jelas. Berita langsung memenuhi unsur-unsur 5W+1H. Berikut ini contoh berita langsung.

Si Pemburu Buaya Tewas Diserang Ikan Pari

Sydney- Penggemar tayangan dunia binatang di televisi berduka lantaran pemburu buaya yang sangat terkenal dari Australia telah meninggal. Steven Irwing (44), yang sangat terkenal dengan julukan “the crocodile hunter” tewas akibat serangan ikan pari yang berduri saat menyelam di pantai Queensland, Senin kemarin.
Ikan pari berduri itu menyerang Steven Irwing saat dia sedang membuat film dokumenter tentang kehidupan bawah laut di lepas pantai Port Douglas, Queensland.
Irwing terkenal dengan film-film dokumenternya, terutama tentang kehidupan reptil buaya dan ular. Dia biasanya tampil dengan mengenakan celana pendek dan kemeja cokelat muda khas peneliti hewan liar.
Karyanya yang paling terkenal adalah Crocodile Hunter yang diputar di stasiun-stasiun televisi berbagai negara. Salah satu televisi swasta Indonesia juga menayangkan film dokumenter mengenai perburuan buaya itu.
“Dia menyelam persis di atas ikan pari berduri itu. Tiba-tiba ikan tersebut melesat dan menyerang dadanya. Serangan begitu kuat sampai menembus jantungnya,” papar John Stainton, manager Irwing, di Cairns (Selatan Port Douglas).
Sebuah helikopter segera membawa Irwing ke rumah sakit terdekat di Low Isles. Namun, dia meninggal sebelum sampai di rumah sakit itu, “Dia menderita luka yang cukup parah,” kata Dr Ed O’Loughlin kepada televisi Nine Network. “Dia terluka pada bagian dada kiri. Akibatnya, dia tidak bisa bernapas. Jantungnya berhenti berdenyut.”
Perdana Menteri John Howard menyampaikan pernyataan duka cita atas kematian Irwing. “Australia telah kehilangan salah seorang putranya yang sangat hebat. Dia telah menghibur jutaan orang, terutama anak-anak. Kematiannya benar-benar membuat orang sangat kehilangan,” kata Howard.
Ikon Global
Sejumlah pakar menjelaskan, ikan pari berduri memiliki bisa yang menyakitkan, tetapi tidak mematikan. Namun, duri-duri yang mirip pisau dapat menyebabkan luka parah.
Para penggemar Steve dari seluruh dunia sangat mengenal kata khas, “Crickey” yang selalu diucapkan saat mendekati hewan-hewan buas, Steve telah memproduksi hampir 50 film dokumenter yang ditayangkan di saluran televisi kabel Animal Planet. Dia bahkan menjadi ikon industri global. Sosoknya muncul di berbagai buku, game interaktive, dan berbagai permainan anak-anak.
Kematiannya mengejutkan para tokoh dan pemimpin dunia, kalangan pecinta alam dan warga Australia. Bagi orang-orang Australia, dia adalah “seorang yang begitu baik”.
Penyiar program lingkungan dari Inggris, David Bellamy, menyebut Steven Irwing sebagai seorang ahli Ilmu Alam yang cemerlang.
“Dia berani menghadapi resiko besar. Tetapi, dia tahu apa yang dilakukannya. Kematiannya adalah musibah yang sangat menyedihkan,” kata Bellamy kepada BBC.
Dilahirkan pada 22 Februari 1962 di Melbourne, Irwing kemudian tinggal di Queensland. Di tempat baru itu, orang tuanya mengelola taman fauna dan reptil. (rte-ben-25.

Sumber:Suara Merdeka, Selasa, 5 September 2006
===========================================================

Informasi yang bisa di dapat dari berita di atas adalah: (What) Apa: Steven Irwing meninggal karena diserang ikan pari. (Who) Siapa: Steven Irwing (44), yang terkenal sebagai si pemburu buaya “The Crocodile Hunter” karena film-film dokumenternya yang mengenai kehidupan reptil buaya dan ular. Dia terkenal tidak hanya di Australia, tapi dihampir seluruh dunia. (Where) Dimana: Kejadiannnya berlangsung di pantai Port Duglas, Queensland, Australia. (When) Kapan: Pada saat Steven Irwing, sedang membuat film dokumenter mengenai kehidupan bawah laut. (Why) Mengapa: Pada saat Steven Irwing, sedang berenang di atas ikan pari, tiba-tiba ikan yang memiliki bisa dan ekor berduri yang mirip pisau itu menerang dirinya, mengenai dada, sampai menembus jantung. Serangan itu begitu cepat dan mematikan. Dan, dia meninggal sewaktu di bawa dengan helikopter ke rumah sakit. (How) Bagaimana: Berita kematian Steven Irwing tersebut mengejutkan banyak pihak. Para tokoh dan pemimpin dunia, kalangan pecinta alam, dan terlebih warga Australia kehilangan salah satu putra terbaiknya. Bahkan sampai Perdana Menteri (PM) Australia mengucapkan turut berduka.
Berita langsung hanya memuat fakta kejadian dan sarat dengan informasi. Struktur berita dikenal piramida terbalik. Semakin ke bawah tulisan itu, isi atau informasi yang disajikan semakin tidak penting. Pola piramida terbalik memiliki head line (judul berita), date line (tempat atau waktu berita itu diperoleh atau disusun), lead (teras berita/paragraf awal), dan body (paragraf-paragraf lanjutan). Setiap wartawan harus menguasai pola itu.
Ada moto dalam penulisan berita langsung, yaitu “Kiss (Keep it short and simple) and tell”. Usahakan agar tulisan itu singkat dan sederhana. Hindari kalimat rumit. Pilihlah kalimat yang pendek dan tepat, dan berceritalah. Hal ini untuk membedakan dengan suatu laporan birokratik, yang menggunakan bahasa formal.
Robert Gunning seperti dikutip oleh Luwi Ishwara mengembangkan apa yang dinamakannya sepuluh prinsip menulis secara jelas. Sepuluh prinsip tersebut adalah:

B. Teknik Penulisan Laporan (Reportase)
Walaupun sama berisi berita, laporan berbeda dengan berita langsung, terutama dari segi penyusunannya. Berita langsung menyajikan permasalahan secara umum dengan data-data pokok, sedangkan reportase menyajikan permasalahan secara lengkap, terurai, mulai dari awal hingga akhir suatu peristiwa. Dalam reportase, permasalahan digali berdasarkan sebab akibatnya secara mendalam. Intinya reportase menyajikan permasalahan dengan lebih utuh.
Apa itu reportase? Ermanto menyimpulkan pengertian reportase sebagai: “tulisan/produk wartawan yang melaporkan permasalahan secara menyeluruh dan lengkap. Keunggulan reportase ialah tidak terikat waktu, sebab penyajiannya lebih mendalam dan tidak menekankan kapan terjadinya, melainkan lebih pada kenapa dan bagaimana.”
Wartawan perlu mencari data dan fakta peristiwa lebih lengkap dan detail dalam penyusunan reportase. Oleh sebab itu reportase umumnya dimuat dalam surat kabar mingguan, tabloid, dan majalah. Walaupun ada reportase yang dimuat di surat kabar harian namun reportase ini sudah direncanakan beberapa hari sebelum pemuatan.
Untuk menyusun reportase Ermanto memberi saran kepada wartawan untuk melakukan kegiatan dengan langkah-langkah berikut ini.
1. Memilih permasalahan, peristiwa, atau kegiatan yang mempunyai nilai berita untuk disajikan.
2. Menentukan permasalahan-permasalahan pokok yang akan menjadi tumpuan reportase. Penentuan permasalahan pokok menggunakan sisi persoalan yang layak untuk disiarkan.
3. Mengumpulkan data dan fakta baik melalui pengamatan langsung, informasi lisan dengan wawancara orang-orang terkait, maupun melalui informasi tertulis yang ada.
4. Data-data yang akan terkumpul dikelompokkan dan dianalisis serta diinterpretasikan.
5. Menyusun data menjadi reportase dalam bentuk pararel atau ember bertampak.

Reportase disusun dalam bentuk pararel atau ember bertampak. Pada bentuk pararel, paragraf awal sampai akhir relatif sama lebarnya. Artinya, informasi di setiap paragraf relatif sama pentingnya. Pada bentuk ember bertampak, paragraf awal lebar dan mengecil pada paragraf akhir, namun kembali besar seperti paragraf awal. Artinya, informasi paragraf awal mendekati paragraf akhir tersusun dari yang paling penting ke informasi penting dan ditutup kembali dengan paragraf yang paling penting. Dengan demikian, kalau bagian akhir berita langsung yang berbentuk piramida terbalik boleh dipotong, maka dalam reportase, pemenggalan paragraf akhir tidak boleh dilakukan.

ada gambar

Dari sudut penulisan, Ermanto mengutip pendapat Koesworo, dkk untuk membagi reportase menjadi dua jenis: (a) reportase sederhana (straight reporting) dan (b) reportase mendalam (indepth reporting) yang terdiri atas reportase interpretatif, reportase partisipatif, dan reportase investigatif.
1. Reportase sederhana (straigth reporting)
Reportase sederhana merupakan laporan-laporan yang dibuat oleh wartawan secara sederhana. Reportase sederhana dapat disamakan dengan reportase faktual yang dikemukakan Jacob Oetomo, yaitu reportase yang melihat suatu peristiwa hanya dari satu dimensi, dimensi linier, kronologi kejadian, ini pun dilakukan secara sekilas, misalnya laporan perjalanan.

2. Reportase mendalam (indepth reporting)
a. Reportase interpretatif
Reportase interpretatif ini bertujuan menjelaskan permasalahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Reportase interpretatif adalah reportase yang mengungkapkan peristiwa disertai usaha memberi arti pada peristiwa tersebut dan menyajikan informasi. Dalam reportase interpretatif dikaji latar belakang peristiwa, diperkirakan arah kecenderungan perkembangan peristiwa, dihubungkan dengan peristiwa lain yang akan memberi kelengkapan dan memperjelas makna dari peristiwa pokok yang dijadikan berita. Untuk menyusun reportase interpretatif, wartawan terlebih dahulu membuat suatu analisis, kajian, dan interpretasi beberapa narasumber dari pokok-pokok permasalahan. Permasahan yang diangkat misalnya remaja bunuh diri, merosotnya nilai-nilai keagamaan di kalangan anak perkotaan.

b. Reportase Partisipatif
Reportase partisipatif adalah reportase yang lebih banyak ditentukan oleh permasalahan yang akan disajikan. Reportase ini dibuat untuk menyajikan permasalahan kehidupan sosial yang sesungguhnya. Penyusunan reportase ini mengharuskan wartawan untuk masuk dalam kehidupan yang akan dijadikan reportase. Untuk mengumpulkan data-data, wartawan harus ikut dalam kehidupan yang akan dilaporkan. Dengan cara ini, diharapkan reportase yang disusun wartawan dapat mengangkat permasalahan yang sebenarnya. Permasalahan yang diangkat misalnya kehidupan malam di perkotaan, kehidupan pemulung.

c. Reportase Investigatif
Reportase investigatif adalah reportase yang mengangkat kasus-kasus sosial yang ada. Kasus yang dipilih biasanya kasus yang benar-benar berbobot untuk disajikan. Awalnya, permasalahan ini kelihatan samar-samar tapi benar-benar terjadi. Hingga wartawan perlu mengumpulkan data kasus ini dengan penelitian yang berkesinambungan, benar, akurat, lengkap, dan bisa dipertanggungjawabkan. Contoh permasalahan yang pernah jadi bahan reportase investigatif misalnya dugaan korupsi di KPU, kasus illegal logging.

C. Teknik Penulisan Feature
Feature disebut juga karangan khas, atau tuturan. Ermanto mencoba merangkum berbagai pendapat tentang feature sebagai “karangan yang menyajikan permasalahan kehidupan yang menarik, bertolak dari data dan fakta yang akurat dan lengkap, tetapi disajikan secara khas dan santai, serta memberikan hiburan. Penyajian permasalahan dalam feature bersifat tidak formal.”
Tidak seperti pada berita piramida terbalik yang geometri kaku, struktur feature adalah organik. Ada permulaan cerita, pertengahan, serta penutup, dan semua bagian erat saling berhubungan. Ini berarti bawa sebelum menulis feature, penulis harus memikirkan cerita itu secara keseluruhan. Dalam feature pembuka, bentuk apapun yang akhirnya akan diambil, berasal dari pendekatan penulis pada seluruh cerita. Jadi sebelum membentuk paragraf pembukaan, penulis harus melangkah mundur dari bahan (tulisan) dan berusaha menemukan suatu tema atau “sudut” yang akan menyatukan artikel dan membangkitkan minat pembaca.
Feature merupakan sebuah “karangan khas” yang menuturkan fakta, peristiwa, atau proses disertai penjelasan riwayat terjadinya, duduk perkaranya, proses pembentukannya, dan cara kerjanya. Sebuah feature umumnya mengedepankan unsur why dan how sebuah peristiwa.
Majalah Tempo mengemukakan empat ciri-ciri feature, yakni: (1) adanya unsur kreativitas, (2) adanya unsur subjektivitas, (3) adanya unsur informatif, (4) adanya unsur menghibur.

1. Unsur kreativitas
Kreativitas penulis sangat dituntut untuk menuturkan informasi yang diperolehnya. Penyajian permasalahan melalui feature tidak terikat pada teknik penyajiannya tertentu, melainkan dikembangkan dengan kreativitas penulis.
2. Unsur subjektivitas
Dalam penyusunnya feature, penulis boleh memasukkan unsur subjektivitasnya. Ini dimaksudkan agar feature bisa lebih menarik dan tersaji dengan lancar. Subjektivitas pada feature hanya sebatas memudahkan penyajian, tidak untuk pengolahan data-data.
3. Unsur informatif
Feature memuah informasi-informasi yang mungkin diabaikan dalam penulisan berita langsung. Dalam kehidupan, banyak persoalan yang tidak layak menjadi berita atau reportase, tetapi jika dilihat secara mendalam akan terasa persoalan itu perlu dan penting diketahui masyarakat. Persoalan tersebut bisa dituturkan dalam bentuk feature.
4. Unsur menghibur
Feature disajikan dengan gaya santai agar dapat menghibur pembaca. Sajiannya yang menghibur dapat membantu pembaca untuk melonggarkan atau menyegarkan kembali pikirannya.

Ermanto mengemukakan empat langkah penyusunan feature, yaitu:
1. Temukan persoalan yang menarik dan dianggap bermanfaat bagi pembaca walaupun tidak menjadi berita langsung. Informasi yang menarik dan bermanfaat tidak ditentukan oleh waktu. Persoalan yang menarik bisa disajikan kapan saja, karena salah satu aspek yang juga ikut menentukan menarik atau tidaknya adalah cara penyajiannya.
2. Tentukan fokus/perhatian utama yang akan disajikan.
3. Kumpulkan data-data dan fakta, terutama yang mendukung fokus. Pengamatan data ini dilakukan melalui sumber pengamatan langsung, informasi lisan dengan wawancara, dan melalui informasi tertulis.
4. Tuturkan data-data itu dalam bentuk berkisah dengan berpatokan pada fokus utama. Sajiannya lincah, sederhana, dan khas akan mampu menghibur pembaca di samping memperoleh informasi yang penting dan bermanfaat.
Wolseley dan Campbell seperti dikutip oleh Djafar H. Assegaff dalam Jurnalisme Masa Kini menyebutkan ada enam jenis feature atau karangan khas, yaitu:

1. Karangan khas yang bersifat insani (human interest feature)
Feature human interest menurut Ermanto adalah feature yang menyajikan permasalahan-permasalahan kehidupan yang memiliki daya tarik manusiawi/human interest, permasalahan kehidupan yang menyentuh rasa/lubuh hati manusia.
2. Karangan khas yang bersifat sejarah
Feature ini mengangkat persoalan sejarah yang menarik untuk dicerna pembaca masa kini. Persoalan-persoalan yang terdapat dalam peristiwa sejarah pantas disajikan kembali, sepanjang wartawan mampu menemukan sisi-sisi yang menarik.
3. Karangan khas biografi/tokoh
Feature ini mengangkat sosok yang terkenal keberhasilan dan sikap hidup seseorang yang disegani atau dikagumi amat penting diketahui oleh masyarakat.
4. Karangan khas perjalanan/travelog
Feature perjalanan objeknya hampir sama dengan reportase. Dalam penulisan reportase, permasalahan yang ditemui dalam perjalanan disajikan dengan pendalaman data dan fakta. Sedang dalam penulisan feature, permasalahan yang dijadikan feature adalah permasalahan yang dianggap penting walau sederhana, menarik dan bermanfaat bagi pembaca.
5. Karangan khas yang bersifat mengajar keahlian “how to do it”
Feature ini mengajarkan kepada orang lain (pembaca) untuk melakukan sesuatu. Biasanya berbentuk tulisan-tulisan yang memberikan petunjuk-petunjuk sederhana. Materinya pun sederhana, tetapi sangat bermanfaat karena sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari oleh pembaca. Pada intinya, feature ini dalam bentuk praktis, mudah diterapkan untuk mengatasi persoalan kehidupan yang ditemui setiap hari.
6. Karangan khas yang bersifat ilmiah
Feature ilmiah berisi materi ilmu pengetahuan. Bisa berupa hal-hal yang sudah diketahui pembaca atau yang belum diketahui, tetapi pernah didengar. Materinya ilmiah, tapi penyajiannya secara sederhana, lincah, dan menarik.

ada gambar

D. Tabel Perbandingan
Nah, untuk memperdalam pengetahuan kamu, berikut ini akan disajikan tabel perbandingan antara berita langsung, reportase, dan feature.

Tabel Perbandingan berita langsung, reportase, dan feature.
Aspek Berita Langsung Reportase Feature
Materi Data Data Data
Penyajian Jawaban 5W+1H
yang pokok-pokok Jawaban 5W+1H
yang diperdalam Jawaban 5W+1H
yang dikembangkan
Bentuk Komunikasi formal jurnalistik Komunikasi formal jurnalistik Santai menghibur
Pembuatan Piramida terbalik, umumnya surat kabar harian Bentuk pararel/
Ember bertapak,
Umumnya surat kabar minggu, tabloid, majalah. Piramida feature, umumnya surat kabar mingguan, tabloid, majalah

E. Lead
“Tiga detik, dan pembaca akan menentukan untuk membaca terus atau pindah ke cerita lain. Itulah seluruh waktu yang ada bagi Anda untuk menangkap pandangan sekilas pembaca dan menahannya,” kata Donald Murray, seperti yang dikutip Luwi Ishwara. Tidak heran kalau banyak penulis sangat takut mengenai lead ini.
Kreativitas wartawan dalam penulisan lead akan membuat tulisan jadi menarik. Wartawan yang kreatif dapat terus menggembangkan teknik penulisan lead. Menurut Simbolon seperti dikutip oleh Ermanto M.Hum dalam buku Menjadi Wartawan Handal dan Profesional ada 16 jenis lead dalam berita. Walau dipastikan akan terus berkembang, keenambelas lead ini patut dapat perhatian.
1. Lead pasak
Lead yang menggambarkan pelatuk atau penyebab terjadinya peristiwa.
2. Lead kontras
Lead yang menggambarkan kekontrasan dalam suatu peristiwa.
3. Lead pertanyaan
Lead yang menggunakan kalimat tanya tentang hal atau penyebab penting peristiwa.
4. Lead deskriptif
Lead yang mendeskripsikan bagian penting suatu peristiwa
5. Lead stakato
Lead yang menggambarkan suatu peristiwa dari sudut penglihatan tertentu.
6. Lead ledakan
Lead yang mengemukakan hal yang mengejutkan dari suatu peristiwa.
7. Lead figuratif
Lead yang menggambarkan suatu peristiwa dengan permisalan.
8. Lead epigram
Lead yang menyampaikan peristiwa dengan didahului ungkapan.
9. Lead literer
Lead yang didahului dengan cerita sastra yang dikenal masyarakat.
10. Lead parodi
Lead yang menggunakan slogan atau rumusan yang diparodikan tentang peristiwa yang diberitakan.
11. Lead kutipan
Lead yang menggunakan kutipan penting dari narasumber.
12. Lead dialog
Lead yang terdiri dari dialog yang dianggap penting.
13. Lead kumulatif
Lead yang menyajikan peristiwa secara berurutan, membawa pembaca sampai pada antiklimaks peristiwa.
14. Lead suspensi
Lead yang menyampaikan klimaks peristiwa tertunda sampai titik akhir.
15. Lead urutan
Lead yang menyajikan suatu bagian peristiwa penting secara urutan.
16. Lead sapaan
Lead yang isinya disajikan seperti menyapa atau berbicara dengan seseorang dalam peristiwa yang diberitakan.
Mengenai penulis teras berita ini, ada 10 pedoman yang dikeluarkan PWI Pusat, sebagai berikut:
1. Teras berita yang menempati alinea pertama harus mencerminkan pokok terpenting berita. Alinea pertama dapat terdiri dari lebih satu kalimat, akan tetapi sebaiknya jangan sampai melebihi dari tiga kalimat.
2. Teras berita jangan mengandung lebih dari 30-45 kata.
3. Teras berita harus ditulis sebaik-baiknya, sehingga mudah ditangkap dan cepat dipahami, kalimatnya singkat, sederhana, susunan bahasanya memenuhi prinsip ekonomi bahasa, menjauhkan kata mubazir, satu gagasan dalam satu kalimat, dibolehkan memuat lebih dari satu unsur 5W+1H.
4. Hal yang tidak begitu mendesak, berfungsi sebagai pelengkap, hendaknya dimuat dalam badan berita (body).
5. Teras berita lebih mengutamakan unsur “apa” (what).
6. Teras berita juga dapat dimulai dengan unsur “siapa” (who). Tetapi, bila unsur siapa kurang menonjol, sebaiknya dimuat pada badan berita.
7. Teras berita jarang menonjolkan unsur “kapan” (when), kecuali bila unsur itu punya makna khusus dalam berita itu.
8. Bila harus memilih dari dua unsur, yakni unsur “tempat” (where), dan “waktu” (when), maka pilihlah unsur “tempat” dulu, baru “waktu”.
9. Unsur lainnya, yakni “bilamana” (how) dan “mengapa” (why) diuraikan dalam badan berita, tidak dalam teras berita.
10. Teras berita dapat dengan kutipan pernyataan seseorang (quotation lead), asalkan kutipan itu tidak berupa kalimat panjang. Pada alinea berikutnya, tulis nama orang itu, tempat, serta waktu dia membuat pernyataan itu.

Setelah teras berita selesai dibuat, maka kamu bisa menulis tubuh berita dalam paragraf-paragraf berikutnya. Untuk tubuh berita dapat dikembangkan dengan menjelaskan kembali informasi-informasi yang lebih jauh tentang unsur 5W+1H. Pengembangan ini diurut dari bagian peristiwa yang penting hingga bagian peristiwa yang kurang penting. Penyusunan tubuh berita ini juga berpedoman pada jalan cerita peristiwa yang diberitakan.
Kamu telah membaca bab teknik penulisan berita. Tentu harapannnya kamu bisa meningkatkan kemampuan menulismu.
Okey, selamat menulis berita!

Bacaan
Bacaan apa yang baik untuk meningkatkan kemampuanmu dalam menulis berita? Kamu bisa membaca buku Menjadi Wartawan Handal dan Profesional karangan Ermanto, M.Hum, dari penerbit Cinta Pena, Yogya.
Buku ini cukup lengkap membahas permasalahan jurnalistik, terlebih mengenai teknik-teknik penulisan berita.


Latihan

Latihannya sederhana saja, sekarang tulislah berita yang telah kamu liput di penugasan teknik peliputan berita!

ada gambar

Teknik Penyuntingan Berita

ada gambar

Tujuan Pembelajaran:

Setelah mampu menulis berita, kini kita juga harus bisa menyunting tulisan agar berita di media sekolah semakin seep!

ada gambar

Menyunting berita? Apaan tuh! Nah... dalam bab ini, kita akan bersama-sama mempelajari salah satu pekerjaan penting dari seorang redaktur berita. Pekerjaan ini tidak main-main karena di dalam alur pembuatan naskah berita, penyuntingan memegang fungsi yang sangat penting. Wajah dan prestasi sebuah surat kabar umumnya sangat tergantung dari keahlian para redakturnya di dalam teknik menyunting. Oleh karena itu, penyuntingan dapat katakan sebagai upaya pengendalian mutu surat kabar.

A. Pengertian Menyunting
Bapak Dja’far H. Assegaff dalam buku Jurnalistik Masa Kini Pengantar ke Praktek Kewartawanan menuliskan pengertian menyunting sebagai “pekerjaan yang dilakukan seorang wartawan untuk memperbaiki berita yang diterimanya dari si reporter agar berita tadi dapat disajikan kepada pembaca sedemikian rupa, sehingga ia tidak hanya enak dibaca akan tetapi juga tidak mengandung kesalahan fatal dan kemungkinan adanya kalimat-kalimat yang dapat menimbulkan delik pencemaran dan kalimat yang tidak jelas.”
Kamu tahu, dalam dunia jurnalistik, seorang wartawan mempunyai waktu dan kemampuan yang terbatas untuk menulis berita. Maka sangat dimungkinkan tulisan wartawan itu memuat kesalahan, entah kesalahan tulisan, maupun kesalahan data. Nah... untuk mengantisipasi termuatnya kesalahan berita maka dibutuhkanlah pembacaan ulang, dan perbaikan-perbaikan tulisan, disinilah tugas teknik penyuntingan.

B. Tugas Penyunting
Pelaku penyuntingan disebut editor (penyunting) atau redaktur. Tugas utamanya adalah memperbaiki dan menyempurnakan tulisan secara redaksional bahkan jika diperlukan substansional.
Secara redaksional, editor bertugas untuk memperbaiki kata dan kalimat supaya lebih logis, mudah dipahami, dan tidak rancu. Setiap kata dan kalimat, selain harus benar ejaan atau cara penulisannya, juga harus benar-benar punya arti dan enak dibaca oleh pembaca surat kabar.
Secara substansial, editor harus memperhatikan fakta dan data agar tetap terjaga keakuratan dan kebenarannya. Editorpun harus memperhatikan apakah isi tulisan itu dapat mudah dimengerti pembaca atau malah membingungkan. Dengan demikian editor juga harus memperhatikan sistematika alur berita.
Assegaff menyimpulkan ada dua tugas utama menyuting, yaitu (1) mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan, dan (2) menjaga masuknya hal-hal yang tidak dikehendaki.
1. Mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan, seperti terjadinya:
a. salah ejaan dan struktur kalimat;
b. kesalahan fakta-fakta;
c. kesalahan pada struktur berita.
2. Menjaga masuknya hal-hal yang tidak dikehendaki, seperti terjadinya:
a. masuknya unsur-unsur pendapat (opini) pribadi wartawan;
b. pengulangan-pengulangan yang membosankan dan mubazir;
c. menjaga agar jangan sampai ada fakta yang tertinggal;
d. menjaga masuknya iklan yang terselubung sebagai berita;
e. menjaga adanya kalimat-kalimat yang dapat menimbulkan pencemaran nama baik;
f. menjaga masuknya berita yang sudah basi;
g. menjaga masuknya kebohongan/berita bohong.

C. Bagan Kegiatan Penyuntingan
Berikut akan saya tampilkan bagan kegiatan penyuntingan menurut Rondang Pasaribu dalam buku Bagaimana Mengelola Penerbitan Media Sekolah, agar kamu lebih memahami apa yang dilakukan pada saat menyunting berita.

ada gambar

Rondang Pasaribu memilah penyuntingan menjadi dua, (1) pemeriksaan dan perbaikan materi tulisan dan (2) pemeriksaan dan perbaikan teknik penulisan. Mari kita pelajari satu persatu.
1. Pemeriksaan dan perbaikan materi tulisan
Pemeriksaan terhadap materi tulisan dilakukan untuk melihat apakah setiap tulisan:
a. memenuhi kriteria kelayakan informasi;
b. memiliki relevansi, yang disajikan lewat sudut pandang yang pas bagi kebutuhan pembaca;
c. mengandung fakta yang lengkap;
d. pemberitaannya objektif, terutama bila mengandung informasi tentang adanya perbedaan kepentingan antara dua pihak atau lebih;
e. memiliki susunan yang seimbang dan tidak berpihak, terutama apabila mengandung informasi tentang adanya perbedaan kepentingan antara dua pihak atau lebih;
f. mengandung sesuatu yang melanggar orientasi sekolah, termasuk apakah tulisan itu mengandung sesuatu yang melanggar batasan-batasan etis yang berlaku secara umum, memojokkan seseorang, mengandung sesuatu yang berkaitan dengan SARA. Apabila hal semacam itu ditemukan, maka tulisan harus diperbaiki.
2. Pemeriksaan dan perbaikan teknik penulisan
Setelah materi tulisan diperiksa dan diperbaiki, langkah selanjutnya adalah memeriksa apakah naskah telah disusun dengan teknik penulisan yang baik. Pada tahap ini, redaktur media sekolah perlu memeriksa:
a. apakah masalah yang dikemukakan dituangkan dalam format tulisan yang sesuai;
b. apakah struktur tulisan dibuat sebaik mungkin sehingga memperlancar pembacaan dari awal sampai akhir;
c. apakah bahasa yang digunakan mudah dipahami, kata yang digunakan sudah dipilih cermat, serta kalimat disusun dengan baik. Artinya, apakah bahasa yang digunakan sudah memuaskan rasa bahasa pembaca;
d. apakah fakta sudah akurat dan tidak berlebihan;
e. apakah judul telah ditulis dengan baik.

Tugas paling akhir redaktur atau editor, setelah melakukan pemeriksaan dan perbaikan tulisan, adalah menulis judul. Judul menjadi bagian tulisan yang pertama dilihat oleh pembaca. Bila judulnya menarik, pembaca “terpaksa” membaca isi berita. Sebaliknya, bila judulnya tidak menarik, pembaca mungkin berpaling ke tulisan lain.
Kamu harus tahu, ada syarat untuk menulis judul, yaitu: menarik, ringkas, dan jelas. Dari judul, pembaca mengetahui apakah informasi dalam tulisan penting atau tidak baginya. Itu sebabnya judul selalu ditulis dengan jenis dan ukuran huruf yang lebih besar dari beritanya. Cara ini diharapkan dapat memikat pembaca.
Menyuting merupakan suatu ketrampilan yang harus terus-menerus diasah. Sangat mustahil kamu bisa menyuting berita secara baik dan benar dalam waktu yang singkat. Karena, dibutuhkan waktu dan ketekunan agar bisa jadi penyunting yang baik. Kamu harus banyak berlatih, banyak belajar, dan banyak membaca agar kemampuanmu bisa meningkat. Maka, jangan takut belajar. Belajarlah mulai dari sekarang!

Bacaan
Kegiatan menyuting erat berkaitan dengan penguasaan kaidah-kaidah bahasa tulis. Saya merekomendasikan kamu membaca buku-buku berikut ini.
• Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, yang disalin dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
• Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia, ed.3. Penyusun Hasan Alwi, dkk. Terbitan, Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.
• Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed 2. yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, dan diterbitkan oleh Balai Pustaka.
• Bahasa Jurnalistik dan Komposisi, pengarang H. Rosihah Anwar, terbitan Pradnya Paramita.
• Komposisi, karangan Gorys Keraf, penerbit Nusa Indah Ende.
• Bagaimana Mengelola Penerbitan Media Sekolah, karya Rondang Pasaribu, terbitan Kanisius.

ada gambar

Latihan
Kamu telah membaca Teknik Penyuntingan Berita, nah sekarang edit/suntinglah tulisan yang akan dimuat di media sekolahmu! Hasil suntingan kamu itu nanti akan didiskusikan bersama kelompok ekstrakurikuler jurnalistikmu.

ada gambar

Penutup

Setelah kamu membaca dan mempraktekkan buku teks jurnalistik ini, kamu akan semakin memahami dunia jurnalistik. Tak hanya mengenai soal-soal teknis belaka namun juga spirit, roh yang terkandung di dalamnya. Jurnalisme bukan sekedar pekerjaan, tetapi sebuah jalan hidup di mana orang dituntut untuk selalu mencari gagasan baru, begitu kata Luwi Ishwara, di buku Catatan-catatan Jurnalisme Dasar.
Wartawan, entah bekerja di surat kabar, majalah, radio, televisi, maupun yang di internet beroperasi 365 hari setahun, dan 24 jam sehari. Seseorang tidak berhenti jadi wartawan setelah pukul 5 sore seperti layaknya orang yang bekerja di kantor, tulis Ishwara. Mengapa para wartawan mau melakukan hal itu? Karena jurnalisme lebih merupakan panggilan daripada mencari untung. Panggilan untuk memberitahu masyarakat mengenai suatu peristiwa, mengungkap kebenaran, dan memperjuangkan kebebasan memperoleh informasi. Sehingga, masyarakat dapat berkembang menjadi lebih baik. Masyarakat madani.
Kita telah menyaksikan bagaimana pena bisa turut menumbangkan kekuasaan militeristik orde baru. Para wartawan, redaktur media massa, cetak, elektronik, dan internet turut berjuang melalui kekuatan tulisan dan liputan yang mereka hasilkan, menyadarkan masyarakat untuk bergerak menggulingkan kekuasaan Soeharto yang korup tersebut. Cita-cita terbentuknya masyarakat madani dalam reformasilah yang menyemangati mereka.
Haruskah kita pesimistik melihat kondisi daerah kita yang tidak kunjung membaik? Tidak kawan! Justru di tengah-tengah situasi ini kita harus bangkit, bergerak berbuat sesuatu memperbaiki keadaan ini.
Apa yang bisa kita lakukan? Jika kamu memilih ekstrakurikuler jurnalistik, dan sekarang membaca buku teks ini, ingat kamu adalah jurnalis muda. Dalam dirimu ada panggilan untuk mewartakan berita. Kamu bisa menggunakan penamu sebagai senjata perjuangan. Ya, seorang jurnalis sejati adalah seorang pejuang.


DAFTAR PUSTAKA

Buku
Anwar, H. Rosihan. 1979. Bahasa Jurnalistik dan Komposisi. Jakarta: Pradnya Paramita.

Assegaff, Dja’far H. 1991. Jurnalistik Masa Kini Pengantar ke Praktek Kewartawanan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Dewabrata, A.M. 2003. Kalimat Jurnalistik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Ermanto, M.Hum. 2005. Menjadi Wartawan Handal dan Profesional. Yogyakarta: Cinta Pena.

Ishwara, Luwi. 2005. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Kompas.

Pasaribu, Rondang. 1995. Bagaimana Mengelola Penerbitan Media Sekolah. Yogyakarta: Kanisius.

Patmono SK. 1993. Teknik Jurnalistik. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Romli, Asep Syamsul M., S.IP. 2005. Jurnalistik Praktis untuk Pemula, edisi revisi. Bandung: Rosda.

Santana, Septiawan. 2004. Jurnalisme Investigasi. Jakarta: Obor.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed 2, -cet 4-. Jakarta: Balai Pustaka.


Artikel

Kompas (oleh Ester L Napitupulu) . Minggu 13 Agustus 2006. “Dampak Narkoba Keluarga Kami Hancur”.


Suara Merdeka. Selasa, 5 September 2006. “Si Pemburu Buaya Tewas Diserang Ikan Pari”.
Cendewasaihpos, Rabu, 28 Juni 2006, “Ide Meneliti Terinspirasi dari Kasus Malaria”

Internet
www.freelists.org. Dewan Pers. Agustus 2006. “Dewan Pers Himbau Masyarakat Gunakan Mekanisme Jurnalistik”.
www.freelists.org. Hanggoro, Wisnu, dan Irene Iriawanti. Agustus 2006. “Wartawan dan Mutu Jurnalistik yang Rendah.
www.dewanpers.or.id


Lampiran

1. Menjadi Wartawan
2. Bahasa Jurnalistik
3. Kode Etik Jurnalistik
4. Kode Etik AJI

ada gambar

Lampiran I: Menjadi Wartawan

• Tak ada yang menodongkan pestol ke kepala dan memaksa Anda menjadi wartawan. Anda datang atas kemauan sendiri, karena Anda mencintai dunia tulis-menulis, mampu mengendus berita dan punya ikatan pada orang kebanyakan. Asah lah kerajinan menulis Anda, ketajaman akan berita dan kepekaan terhadap orang-orang di jalanan. Asah lah selalu dan terus-menerus. Menggerutu boleh, asal jangan terlampau banyak.

• Pikirkan selalu pembaca. Katakan pada mereka sesuatu yang baru, setiap hari. Itulah yang membuat mereka rela mengeluarkan Rp 1.000 dari kocek. Cari tahu siapa mereka dan menulislah untuk bisa mereka baca. Jika Anda bisa bilang “go to hell” kepada mereka, Anda sendiri lah yang pertama-tama akan masuk ke neraka. Lalu, koran atau majalah Anda.

• Membacalah setiap hari—tiga atau empat buku setiap kali dan semua jenis majalah. Bacalah sebanyak mungkin untuk menjadi penulis terbaik. Bacalah Shakespeare seperti Anda membaca Al-Quran atau Bible sepanjang hayat. Bacalah karya sastra klasik—untuk mengetahui bagaimana pikiran-pikiran besar masa silam mengekspresikan dirinya sendiri.

• Suapi otak setiap hari, seperti Anda menyuapi perut. Petinju hebat tak bisa mengandalkan daging yang dimakannya 10 tahun lewat. Wartawan tak bisa menulis baik dengan pikiran 10 tahun silam. Jagalah agar otak tetap terbuka terhadap gagasan dan pikiran baru.

• Jangan arogan dan bersikap menghakimi orang lain. Mereka yang tak setuju dengan Anda tidak selalu berarti tolol atau gila.

• Jauhkan diri dari memuja stereotipe. Sebab: hidup di desa belum tentu damai; birokrat belum tentu korup; haji dan imam masjid belum tentu alim; dan anak yang membunuh ibunya belum tentu durhaka. Gali lah fakta hingga ke dasar-dasarnya.

• Jangan terpukau pada omongan pejabat, para pakar, tentara, dan polisi. Kutip mereka sedikit mungkin. Gali cerita dari lapangan. Berbicaralah dengan orang-orang di jalanan, di tempat peristiwa.

ada gambar

Lampiran II: Bahasa Jurnalistik Indonesia
Oleh Goenawan Mohamad

Bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas kesadaran terbatasnya ruangan dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi cepat dalam ruangan serta waktu yang relatif terbatas. Meski pers nasional yang menggunakan bahasa Indonesia sudah cukup lama usianya, sejak sebelum tahun 1928 (tahun Sumpah Pemuda), tapi masih terasa perlu sekarang kita menuju suatu bahasa jurnalistik Indonesia yang lebih efisien. Dengan efisien saya maksudkan lebih hemat dan lebih jelas. Asas hemat dan jelas ini penting buat setiap reporter, dan lebih penting lagi buat editor.
Di bawah ini diutarakan beberapa fasal, yang diharapkan bisa diterima para (calon) wartawan dalam usaha kita ke arah efisien penulisan.

HEMAT
Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan:
(1) unsur kata
(2) unsur kalimat

Penghematan Unsur Kata

1a) Beberapa kata Indonesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tatabahasa dan jelasnya arti. Misalnya:

agar supaya ................. agar, supaya
akan tetapi ................. tapi
apabila ................. bila
sehingga ................. hingga
meskipun ................. meski
walaupun ................. walau
tidak ................. tak (kecuali diujung kalimat atau berdiri sendiri).

1b) Kata daripada atau dari pada juga sering bisa disingkat jadi dari.
Misalnya:
''Keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang'', menjadi ''Keadaan lebih baik sebelum perang''. Tapi mungkin masih janggal mengatakan: ''Dari hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang''.

1c) Ejaan yang salahkaprah justru bisa diperbaiki dengan menghemat huruf. Misalnya:
sjah ......... sah
khawatir ......... kuatir
akhli ......... ahli
tammat ......... tamat
progressive ......... progresif
effektif ......... efektif

Catatan: Kesulitan pokok kita di waktu yang lalu ialah belum adanya ejaan standard bahasa Indonesia. Kita masih bingung, dan berdebat, tentang: roch atau roh? Zaman atau jaman? Textil atau tekstil? Kesusasteraan atau kesusastraan? Tehnik atau teknik? Dirumah atau di rumah?

Musah-mudahan dengan diputuskannya suatu peraturan ejaan standard, kita tak akan terus bersimpang-siur seperti selama ini. Ejaan merupakan unsur dasar bahasa tertulis. Sebagai dasar, ia pegang peranan penting dalam pertumbuhan bahasa, misalnya buat penciptaan kata baru, pemungutan kata dari bahasa lain dan sebagainya.

1d) Beberapa kata mempunyai sinonim yang lebih pendek. Misalnya:
kemudian = lalu
makin = kian
terkedjut = kaget
sangat = amat
demikian = begitu
sekarang = kini

Catatan: Dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, sebab bahasa bukan hanya soal perasaan. Dalam soal memilih sinonim yang telah pendek memang perlu ada kelonggaran, dengan mempertimbangkan rasa bahasa.

Penghematan Unsur Kalimat

Lebih efektif dari penghematan kata ialah penghematan melalui struktur kalimat. Banyak contoh pembikinan kalimat dengan pemborosan kata.

2a) Pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, di awal kalimat:
- ''Adalah merupakan kenyataan, bahwa percaturan politik internasional berubah-ubah setiap zaman''.
(Bisa disingkat: ''Merupakan kenyataan, bahwa ................'').
- ''Apa yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas''.
(Bisa disingkat: ''Yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro...........'').

2b) Pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan:
- ''Apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri''?
(Bisa disingkat: ''Akan terus tergantungkah Indonesia.....'').
- Baik kita lihat, apa(kah) dia di rumah atau tidak''.
(Bisa disingkat: ''Baik kita lihat, dia di rumah atau tidak'').

2c) Pemakaian dari sebagai terjemahan of (Inggris) dalam hubungan milik yang sebenarnya bisa ditiadakan; Juga daripada.
- ''Dalam hal ini pengertian dari Pemerintah diperlukan''.
(Bisa disingkat: ''Dalam hal ini pengertian Pemerintah diperlukan''.
- ''Sintaksis adalah bagian daripada Tatabahasa''.
(Bisa disingkat: ''Sintaksis adalah bagian Tatabahasa'').

2d) Pemakaian untuk sebagai terjemahan to (Inggris) yang sebenarnya bisa ditiadakan:
- ''Uni Soviet cenderung untuk mengakui hak-hak India''.
(Bisa disingkat: ''Uni Soviet cenderung mengakui............'').
- ''Pendirian semacam itu mudah untuk dipahami''.
(Bisa disingkat: ''Pendirian semacam itu mudah dipahami'').
- ''GINSI dan Pemerintah bersetuju untuk memperbaruhi prosedur barang-barang modal''.
(Bisa disingkat: ''GINSI dan Pemerintah bersetuju memperbaruhi.......'').

Catatan: Dalam kalimat: ''Mereka setuju untuk tidak setuju'', kata untuk demi kejelasan dipertahankan.

2e) Pemakaian adalah sebagai terjemahan is atau are (Inggris) tak selamanya perlu:
- ''Kera adalah binatang pemamah biak''.
(Bisa disingkat ''Kera binatang pemamah biak'').

Catatan: Dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu ditambahkan, misalnya dalam kalimat: ''Pikir itu pelita hati''. Kita bisa memakainya, meski lebih baik dihindari. Misalnya kalau kita harus menterjemahkan ''Man is a better driver than woman'', bisa mengacaukan bila disalin: ''Pria itu pengemudi yang lebih baik dari wanita''.

2f) Pembubuhan akan, telah, sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan waktu:
- ''Presiden besok akan meninjau pabrik ban Good year''.
(Bisa disingkat: ''Presiden besok meninjau pabrik.........'').
- ''Tadi telah dikatakan ........''
(Bisa disingkat: ''Tadi dikatakan.'').
- ''Kini Clay sedang sibuk mempersiapkan diri''.
(Bisa disingkat: ''Kini Clay mempersiapkan diri'').

2g) Pembubuhan bahwa sering bisa ditiadakan:
- ''Pd. Gubernur Ali Sadikin membantah desas-desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti''.
- ''Tidak diragukan lagi bahwa ialah orangnya yang tepat''. (Bisa disingkat: ''Tak diragukan lagi, ialah orangnya yang tepat''.).

Catatan: Sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (:), bila perlu.

2h) Yang, sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat, kadang-kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tertentu:
- ''Indonesia harus menjadi tetangga yang baik dari Australia''.
(Bisa disingkat: ''Indonesia harus menjadi tetangga baik Australia'').
- ''Kami adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia''.

2i) Pembentukan kata benda (ke + ..... + an atau pe + ........ + an) yang berasal dari kata kerja atau kata sifat, kadang, kadang, meski tak selamanya, menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarnya tak perlu:
- ''Tanggul kali Citanduy kemarin mengalami kebobolan''.
(Bisa dirumuskan: ''Tanggul kali Citanduy kemarin bobol'').
- ''PN Sandang menderita kerugian Rp 3 juta''.
(Bisa dirumuskan: ''PN Sandang rugi Rp 3 juta'').
- ''Ia telah tiga kali melakukan penipuan terhadap saya''
(Bisa disingkat: ''Ia telah tiga kali menipu saya'').
- Ditandaskannya sekali lagi bahwa DPP kini sedang memikirkan langkah-langkah untuk mengadakan peremajaan dalam tubuh partai''.
(Bisa dirumuskan: ''Ditandaskannya sekali lagi, DPP sedang memikirkan langkah-langkah meremajakan tubuh partai'').

2j) Penggunaan kata sebagai dalam konteks ''dikutip sebagai mengatakan'' yang belakangan ini sering muncul (terjemahan dan pengaruh bahasa jurnalistik Inggris & Amerika), masih meragukan nilainya buat bahasa jurnalistik Indonesia. Memang, dalam kalimat yang memakai rangkaian kata-kata itu (bahasa Inggrisnya ''quoted as saying'') tersimpul sikap berhati-hati memelihat kepastian berita. Kalimat ''Dirjen Pariwisata dikutip sebagai mengatakan......'' tak menunjukkan Dirjen Pariwisata secara pasti mengatakan hal yang dimaksud; di situ si reporter memberi kesan ia mengutipnya bukan dari tangan pertama, sang Dirjen Pariwisata sendiri. Tapi perlu diperhitungkan mungkin kata sebagai bisa dihilangkan saja, hingga kalimatnya cukup berbunyi: ''Dirjen Pariwisata dikutip mengatakan...........''.

Bukankah masih terasa kesan bahwa si reporter tak mengutipnya dari tangan pertama?
Lagipula, seperti sering terjadi dalam setiap mode baru, pemakaian sebagai biasa menimbulkan ekses.
Contoh: Ali Sadikin menjelaskan tetang pelaksanaan membangun proyek miniatur Indonesia itu sebagai berkata: ''Itu akan dilakukan dalam tiga tahap'' Harian Kami, 7 Desember 1971, halaman 1). Kata sebagai dalam berita itu samasekali tak tepat, selain boros.

2k) Penggunaan dimana, kalau tak hati-hati, juga bisa tak tepat dan boros. Dimana sebagai kataganti penanya yang berfungsi sebagai kataganti relatif muncul dalam bahasa Indonesia akibat pengaruh bahasa Barat.

1) Dr. C. A. Mees, dalam Tatabahasa Indonesia (G. Kolff & Co., Bandung, 1953 hal. 290-294) menolak pemakaian dimana. Ia juga menolak pemakaian pada siapa, dengan siapa, untuk diganti dengan susunan kalimat Indonesia yang ''tidak meniru jalan bahasa Belanda'', dengan mempergunakan kata tempat, kawan atau teman. Misalnya: ''orang tempat dia berutang'' (bukan: pada siapa ia berutang); ''orang kawannya berjanji tadi'' (bukan: orang dengan siapa ia berjanji tadi).

Bagaimana kemungkinannya untuk bahasa jurnalistik?
Misalnya: ''Rumah dimana saya diam'', yang berasal dari ''The house where I live in'', dalam bahasa Indonesia semula sebenarnya cukup berbunyi: ''Rumah yang saya diami''. Misal lain: ''Negeri dimana ia dibesarkan'', dalam bahasa Indonesia semula berbunyi: ''Negeri tempat ia dibesarkan''.

Dari kedua misal itu terasa bahasa Indonesia semula lebih luwes, kurang kaku. Meski begitu tak berarti kita harus mencampakkan kata dimana sama sekali dari pembentukan kalimat bahasa Indonesia. Hanya sekali lagi perlu ditegaskan: penggunaan dimana, kalau tak hati-hati, bisa tak tepat dan boros. Saya ambilkan 3 contoh ekses penggunaan dimana dari 3 koran:

Kompas, 4 Desember 1971, halaman I:
''Penyakit itu dianggap berasal (dan disebarkan) oleh serdadu-serdadu Amerika (GI) dimana konsentrasi besar mereka ada di Vietnam''.

Sinar Harapan, 24 November 1971, halaman III:
''Pihak Kejaksaan Tinggi Sulut di Menado dewasa ini sedang menggarap 9 buah perkara tindak pidana korupsi, dimana ke-9 buah perkara tsb. sebagian sudah dalam tahap penuntutan, selainnya masih dalam pengusutan.''

Abadi, 6 Desember 1971, halaman II:
''Selanjutnya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dunia dewasa ini masih belum menentu, dimana secara tidak langsung telah dapat mempengaruhi usaha-usaha pemerintah di dalam menjaga kestabilan, baik untuk perluasan produksi ekonomi dan peningkatan ekspor''.

Dalam ketiga contoh kecerobohan pemakaian dimana itu tampak: kata tersebut tak menerangkan tempat, melainkan hanya berfungsi sebagai penyambung satu kalimat dengan kalimat lain. Sebetulnya masing-masing bisa dirumuskan dengan lebih hemat:

- ''Penyakit itu dianggap berasal (dan disebarkan) serdadu-serdadu Amerika (GI), yang konsentrasi besarnya ada di Vietnam''.
- ''Pihak Kejaksaan Tinggi Sulut di Menado dewasa ini menggarap 9 perkara tindak pidana korupsi. Ke-9 perkata tsb. sebagian sudah dalam tahap penuntutan, selainnya (sisanya) masih dalam pengusutan''.
- ''Selanjuntya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dewasa ini masih belum menentu. Hal ini secara tidak langsung telah dapat..... dst''.

Perhatikan:
1. Kalimat itu dijadikan dua, selain bisa menghilangkan dimana, juga menghasilkan kalimat-kalimat pendek.
2. ''dewasa ini sedang'' cukup jelas dengan ''dewasa ini''.
3. kata ''9 buah'' bisa dihilangkan ''buah''-nya sebab kecuali dalam konteks tertentu, kata penunjuk-jenis (dua butir telor, 5 ekor kambing, 7 sisir pisang) kadang-kadang bisa ditiadakan dalam bahasa Indonesia mutahir.
4. Kalimat dijadikan dua. Kalimat kedua ditambahi Hal ini atau cukup Ini diawalnya.

2l) Dalam beberapa kasus, kata yang berfungsi menyambung satu kalimat dengan kalimat lain sesudahnya juga bisa ditiadakan, asal hubungan antara kedua kalimat itu secara implisit cukup jelas (logis) untuk menjamin kontinyuitas. Misalnya:
- ''Bukan kebetulan jika Gubernur menganggap proyek itu bermanfaat bagi daerahnya. Sebab 5 tahun mendatang, proyek itu bisa menampung 2500 tenaga kerja setengah terdidik''. (Kata sebab diawal kalimat kedua bisa ditiadakan: hubungan kausal antara kedua kalimat secara implisit sudah jelas).
- ''Pelatih PSSI Witarsa mengakui kekurangan-kekurangan di bidang logistik anak-anak asuhnya. Kemudian ia juga menguraikan perlunya perbaikan gizi pemain'' (Kata kemudian diawal kalimat kedua bisa ditiadakan; hubungan kronologis antara kedua kalimat secara implisit cukup jelas).

Tak perlu diuraikan lebih lanjut, bahwa dalam hal hubungan kausal dan kronologi saja kata yang berfungsi menyambung dua kalimat yang berurutan bisa ditiadakan. Kata tapi, walau atau meski yang mengesankan ada yang yang mengesankan adanya perlawanan tak bisa ditiadakan.

JELAS
Setelah dikemukakan 16 pasal yang merupakan pedoman dasar penghematan dalam menulis, di bawah ini pedoman dasar kejelasan dalam menulis. Menulis secara jelas membutuhkan dua prasyarat:
1. Si penulis harus memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan juga pura-pura paham atau belum yakin benar akan pengetahuannya sendiri.
2. Si penulis harus punya kesadaran tentang pembaca.

Memahami betul soal-soal yang mau ditulisnya berarti juga bisa menguasai bahan penulisan dalam suatu sistematik. Ada orang yang sebetulnya kurang bahan (baik hasil pengamatan, wawancara, hasil bacaan, buah pemikiran) hingga tulisannya cuma mengambang. Ada orang yang terlalu banyak bahan, hingga tak bisa membatasi dirinya: menulis terlalu panjang. Terutama dalam penulisan jurnalistik, tulisan kedua macam orang itu tak bisa dipakai. Sebab penulisan jurnalistik harus disertai informasi faktuil atau detail pengalaman dalam mengamati, berwawancara dan membaca sumber yang akurat. Juga harus dituangkan dalam waktu dan ruangan yang tersedia. Lebih penting lagi ialah kesadaran tentang pembaca.

Sebelum kita menulis, kita harus punya bayangan (sedikit-sedikitnya perkiraan) tentang pembaca kita: sampai berapa tinggi tingkat informasinya? Bisakah tulisan saya ini mereka pahami? Satu hal yang penting sekali diingat: tulisan kita tak hanya akan dibaca seorang atau sekelompok pembaca tertentu saja, melainkan oleh suatu publik yang cukup bervariasi dalam tingkat informasi. Pembaca harian atau majalah kita sebagian besar mungkin mahasiswa, tapi belum tentu semua tau sebagian besar mereka tahu apa dan siapanya W. S. Renda atau B. M. Diah. Menghadapi soal ini, pegangan penting buat penulis jurnalistik yang jelas ialah: buatlah tulisan yang tidak membingungkan orang yang yang belum tahu, tapi tak membosankan orang yang sudah tahu. Ini bisa dicapai dengan praktek yang sungguh-sungguh dan terus-menerus.

Sebuah tulisan yang jelas juga harus memperhitungkan syarat-syarat teknis komposisi:
a. tanda baca yang tertib.
b. ejaan yang tidak terlampau menyimpang dari yang lazim dipergunakan atau ejaan standard.
c. pembagian tulisan secara sistematik dalam alinea-alinea. Karena bukan tempatnya di sini untuk berbicara mengenai komposisi, cukup kiranya ditekankan perlunya disiplin berpikir dan menuangkan pikiran dalam menulis, hingga sistematika tidak kalang-kabut, kalimat-kalimat tidak melayang kesana-kemari, bumbu-bumbu cerita tidak berhamburan menyimpang dari hal-hal yang perlu dan relevan.

Menuju kejelasan bahasa, ada dua lapisan yang perlu mendapatkan perhatian:
1. unsur kata.
2. unsur kalimat.

1a. Berhemat dengan kata-kata asing. Dewasa ini begitu derasnya arus istilah-istilah asing dalam pers kita. Misalnya: income per capita, Meet the Press, steam-bath, midnight show, project officer, two China policy, floating mass, program-oriented, floor-price, City Hall, upgrading, the best photo of the year, reshuffle, approach, single, seeded dan apa lagi.

Kata-kata itu sebenarnya bisa diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja. Sementara diketahui bahwa tingkat pelajaran bahasa Inggris sedang merosot, bisa diperhitungkan sebentar lagi pembaca koran Indonesia akan terasing dari informasi, mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar. Apalagi jika diingat rakyat kebanyakan memahami bahasa Inggris sepatah pun tidak.

Sebelum terlambat, ikhtiar menterjemahkan kata-kata asing yang relatif mudah diterjemahkan harus segera dimulai. Tapi sementara itu diakui: perkembangan bahasa tak berdiri sendiri, melainkan ditopang perkembangan sektor kebudayaan lain. Maka sulitlah kita mencari terjemahan lunar module, feasibility study, after-shave lotion, drive-in, pant-suit, technical know-how, backhand drive, smash, slow motion, enterpeneur, boom, longplay, crash program, buffet dinner, double-breast, dll., karena pengertian-pengertian itu tak berasal dari perbendaharaan kultural kita. Walau begitu, ikhtiar mencari salinan Indonesia yang tepat dan enak (misalnya bell-bottom dengan ''cutbrai'') tetap perlu.

1b. Menghindari sejauh mungkin akronim. Setiap bahasa mempunyai akronim, tapi agaknya sejak 15 tahun terakhir, pers berbahasa Indonesia bertambah-tambah gemar mempergunakan akronim, hingga sampai hal-hal yang kurang perlu. Akronim mempunyai manfaat: menyingkat ucapan dan penulisan dengan cara yang mudah diingat.

Dalam bahasa Indonesia, yang kata-katanya jarang bersukukata tunggal dan yang rata-rata dituliskan dengan banyak huruf, kecenderungan membentuk akronim memang lumrah. ''Hankam'', ''Bappenas'', ''Daswati'', ''Humas'' memang lebih ringkas dari ''Pertahanan & Keamanan'' ''Badan Perencanaan Pembangunan Nasional'', ''Daerah Swantantra Tingkat'' dan ''Hubungan Masyarakat''.

Tapi kiranya akan teramat membingungkan kalau kita seenaknya saja membikin akronim sendiri dan terlalu sering. Di samping itu, perlu diingat: ada yang membuat akronim untuk alasan praktis dalam dinas (misalnya yang dilakukan kalangan ketentaraan), ada yang membuat akronim untuk bergurau, mengejek dan mencoba lucu (misalnya di kalangan remaja sehari-hari: ''ortu'' untuk ''orangtua''; atau di pojok koran: ''keruk nasi'' untuk ''kerukunan nasional'') tapi ada pula yang membuat akronim untuk menciptakan efek propaganda dalam permusuhan politik (misalnya ''Manikebu'' untuk ''Manifes Kebudayaan'', ''Nekolim'' untuk ''neo-kolonialisme''. ''Cinkom'' untuk ''Cina Komunis'', ''ASU'' untuk ''Ali Surachman''). Bahasa jurnalistik, dari sikap objektif, seharusnya menghindarkan akronim jenis terakhir itu. Juga akronim bahasa pojok sebaiknya dihindarkan dari bahasa pemberitaan, misalnya ''Djagung'' untuk ''Djaksa Agung'', ''Gepeng'' untuk ''Gerakan Penghematan'', ''sas-sus'' untuk ''desas-desus''.

Saya tak bermaksud memberikan batas yang tegas akronim mana saja yang bisa dipakai dalam bahasa pemberitaan atau tulisan dan mana yang tidak. Saya hanya ingin mengingatkan: akronim akhirnya bisa mengaburkan pengertian kata-kata yang diakronimkan, hingga baik yang mempergunakan ataupun yang membaca dan yang mendengarnya bisa terlupa akan isi semula suatu akronim. Misalnya akronim ''Gepeng'' jika terus-menerus dipakai bisa menyebabkan kita lupa makna ''gerakan'' dan ''penghematan'' yang terkandung dalam maksud semula, begitu pula akronim ''ASU''. Kita makin lama makin alpa buat apa merenungkan kembali makna semula sebelum kata-kata itu diakronimkan. Sikap analitis dan kritis kita bisa hilang terhadap kata berbentuk akronim itu, dan itulah sebabnya akronim sering dihubungkan dengan bahasa pemerintahan totaliter dan sangat penting dalam bahasa Indonesia.

Tapi seperti halnya dalam asas penghematan, asas kejelasan juga lebih efektif jika dilakukan dalam struktur kalimat. Satu-satunya untuk itu ialah dihindarkannya kalimat-kalimat majemuk yang paling panjang anak kalimatnya; terlebih-lebih lagi, jika kalimat majemuk itu kemudian bercucu kalimat.

Pada dasarnya setiap kalimat yang amat panjang, lebih dari 15-20 kata, bisa mengaburkan hal yang lebih pokok, apalagi dalam bahasa jurnalistik. Itulah sebabnya penulisan lead (awal) berita sebaiknya dibatasi hingga 13 kata. Bila lebih panjang dari itu, pembaca bisa kehilangan jejak persoalan. Apalagi bila dalam satu kalimat terlalu banyak data yang dijejalkan.

Contoh:
Harian Kami, 4 Desember 1971, halaman 1:
''Sehubungan dengan berita 'Harian Kami' tanggal 25 November 1971 hari Kamis berjudul: 'Tanah Kompleks IAIN Ciputat dijadikan Objek Manipulasi' (berdasarkan keterangan pers dari Hamdi Ajusa, Ketua Dewan Mahasiswa IAIN Djakarta) maka pada tanggal 28 November jbl. di Kampus IAIN tersebut telah diadakan pertemuan antara pihak Staf JPMII (Jajasan Pembangunan Madrasah Islam & Ihsan - Perwakilan Ciputat) dengan Hamdi Ajusa mewakili DM IAIN dengan maksud untuk mengadakan 'clearing' terhadap berita itu.''

Perhatikan: Kalimat itu terdiri dari 60 kata lebih. Sebagai pembaca, saya memerlukan dua kali membacanya untuk memahami yang ingin dinyatakan sang wartawan. Pada pembacaan pertama, saya kehilangan jejak perkara yang disajikan di hadapan saya. Ini artinya suatu komunikasi cepat tak tercapai. Lebih ruwet lagi soalnya jika bukan saja pembaca yang kehilangan jejak dengan dipergunakannya kalimat-kalimat panjang, tapi juga si penulis sendiri.

Pedoman, 4 Desember 1971, halaman IV:
''Selama tour tersebut sambutan masyarakat setempat di mana mereka mengadakan pertunjukan mendapat sambutan hangat.''

Perhatikan: Penulis kehilangan subjek semula kalimatnya sendiri, yakni sambutan masyarakat setempat. Akibatnya kalimat itu berarti, ''yang mendapat sambutan hangat ialah sambutan masyarakat setempat.''

Sinar Harapan, 22 November 1971, halaman VII:
''Di kampung-kampung kelihatan lebaran lebih bersemarak, ketupat beserta sayur dan sedikit daging semur, opor ayam ikut berlebaran. Dari rumah yang satu ke rumah yang lain, ketupat-ketupat tersebut saling mengunjungi dan di langgar-langgar, surau-surau ramai pula ketupat-ketupat, daging semur, opor ayam disantap bersama oleh mereka.''

Perhatikan: Siapa yang dimaksud dengan kata ganti mereka dalam kalimat itu? Si penulis nampaknya lupa bahwa ia sebelumnya tak pernah menyebut ''orang-orang kampung''. Mengingat dekat sebelum itu ada kalimat ketupat-ketupat tersebut saling mengunjungi dan kalimat surau-surau ramai pula ketupat-ketupat, kalimat panjang itu bisa berarti aneh dan lucu: ''daging semur, opor ayam disantap bersama oleh ketupat-ketupat.

ada gambar

Lampiran III: Kode Etik Jurnalistik


01. Apa sebenarnya makna wartawan sebagai sebuah profesi?

Jurnalisme adalah salah satu profesi yang memberikan layanan kepada publik.
Secara singkat tugas dan kewajiban wartawan adalah menyampaikan serta meneruskan informasi atau kebenaran kepada publik tentang apa saja yang perlu diketahui publik.

02. Apa yang melindungi hak-hak wartawan?

Dalam melaksanakan tugas serta kewajibannya melayani publik, wartawan memperoleh sejumlah keistimewaan. Antara lain:
• Mereka dilindungi oleh undang-undang kebebasan menyatakan pendapat.
• Mereka berhak menggunakan bahan/dokumen/pernyataan publik.
• Mereka dibenarkan memasuki kehidupan pribadi seseorang dan para tokoh publik (public figure) demi memperoleh informasi yang lengkap dan akurat -- karena mereka mewakili mata, telinga serta indera pembacanya.

03. Apa yang melindungi masyarakat dari praktek wartawan tak terpuji?

Media-massa sering disebut sebagai pilar keempat dalam demokrasi. Koran adalah sumber kekuasaan yang bisa menjadi pengimbang dari kekuasaan-kekuasaan lain. Tapi, kekuasaan -- dari jenis yang mana pun -- cenderung disalahgunakan. (''Power tend to be corrupted'').
Wartawan semestinya sadar akan kekuasaan dalam profesinya, namun mereka bukanlah dewa atau malaikat. Mereka bisa membuat kesalahan -- disengaja atau tidak. Pers bahkan bisa menjadi lembaga yang sangat kejam. Wartawan bisa menjadi tiran, seperti yang kita bisa baca dalam novel Hilangnya Kehormatan Katharina Blum karya Heinrich Boll (sastrawan Jerman pemenang Nobel).
Beberapa hal di bawah ini dimaksudkan sebagai pembatas tindak-tanduk wartawan dan praktek jurnalistik demi melindungi masyarakat dari tindakan atau praktek wartawan yang tak terpuji:
• Kode Etik
• pasal Pencemaran (Libel): hukum-hukum yang menyangkut pence-maran nama baik
• Hukum tentang hak pribadi (Privacy)
• Panduan tentang selera umum

03.1. Apa itu Kode Etik Jurnalistik?

Kode Etik Jurnalistik adalah acuan moral yang mengatur tindak-tanduk seorang wartawan. Kode Etik Jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu koran ke koran lain, namun secara umum dia berisi hal-hal berikut yang bisa menjamin terpenuhinya tanggung-jawab seorang wartawan kepada publik pembacanya:

Tanggung-jawab. Tugas atau kewajiban seorang wartawan adalah mengabdikan diri kepada kesejahteraan umum dengan memberi masyarakat informasi yang memungkinkan masyarakat membuat penilaian terhadap sesuatu masalah yang mereka hadapi. Wartawan tak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan yang tak berdasar.

Kebebasan. Kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat adalah milik setiap anggota masyarakat (milik publik) dan wartawan menjamin bahwa urusan publik harus diselenggarakan secara publik. Wartawan harus berjuang melawan siapa saja yang mengeksploitasi pers untuk keuntungan pribadi atau kelompok.

Independensi. Wartawan harus mencegah terjadinya benturan-kepentingan (conflict of interest) dalam dirinya. Dia tak boleh menerima apapun dari sumber berita atau terlibat dalam aktifitas yang bisa melemahkan integritasnya sebagai penyampai informasi atau kebenaran.

Kebenaran. Wartawan adalah mata, telinga dan indera dari pembacanya. Dia harus senantiasa berjuang untuk memelihara kepercayaan pembaca dengan meyakinkan kepada mereka bahwa berita yang ditulisnya adalah akurat, berimbang dan bebas dari bias.

Tak memihak. Laporan berita dan opini harus secara jelas dipisahkan. Artikel opini harus secara jelas diidentifikasikan sebagai opini.

Adil dan Ksatria (Fair). Wartawan harus menghormati hak-hak orang dalam terlibat dalam berita yang ditulisnya serta mempertanggungjawab-kan kepada publik bahwa berita itu akurat serta fair. Orang yang dipojokkan oleh sesuatu fakta dalam berita harus diberi hak untuk menjawab.

Kode Etik Jurnalistik seringkali hanya bersifat umum. Itu sebabnya seringkali masih menyisakan sejumlah pertanyaan, misalnya: apakah etis memata-matai kehidupan publik seorang tokoh, atau bolehkah menjadi anggota partai politik tertentu? Di sini, biasanya seorang wartawan memiliki Kode Etik Pribadi (Personal Code).

032. Apa itu Kode Etik Jurnalistik Pribadi?

Kebanyakan kita bisa dengan membedakan yang benar dari yang salah. Kepekaan moral kita dipengaruhi oleh orangtua, sekolah dan keyakinan agama. Banyak panduan kode kita datang dari bacaan atau teman-teman di sekeliling kita.
Kendati loyalitas pada teman merupakan sikap yang dihargai, wartawan harus menjawab tuntutan lebih besar dalam loyalitasnya, dan itu adalah loyalitas pada masyarakat. Wartawan bisa menggunakan tanggungjawab sosialnya sebagai basis untuk membentuk Kode Etik Pribadi.

Tanggung-Jawab. Kewartawananan, sekali lagi, adalah sebuah jasa publik. Para wartawan semestinya bebas dari ikatan komitmen atau kewajiban terhadap kelompok tertentu. Wartawan harus meletakkan ''tanggung-jawab kepada publik'' di atas kepentingan diri sendiri serta di atas loyalitasnya kepada kepada perusahaan tempat dia bekerja, kepada suatu partai politik, atau kepada kelompok dan teman-teman terdekatnya.

Independensi. Meneruskan informasi adalah tugas wartawan. Jika sumber berita atau teman meminta dia untuk merahasiakan informasi, si wartawan harus menimbang permintaan itu dalam konteks komitmennya untuk memberikan informasi kepada publik. Jika atasan atau perusahaan tempatnya bekerja membunuh seluruh atau sebagian dari berita yang ditulisnya dengan alasan bisa merusak dari sisi bisnis, memburukkan pemasang iklan atau teman dari pemilik koran, si wartawan harus mengkonfrontasikan situasi tadi dari perspektif moral yang sama -- kewajiban untuk melaporkan kebenaran.
Dalam dua kasus itu, tindakan yang harus diambil oleh wartawan adalah jelas: puas melihat bahwa informasi/kebenaran mencapai pembacanya.
Pemerintah seringkali ingin merahasiakan sesuatu karena alasan ''kepentingan nasional''. Dalam hal itu seorang wartawan berhadapan dengan sebuah dilema. Dalam sebuah masyarakat demokratis, publik berhak tahu apa yang dilakukan pemerintah. Pada saat yang sama, mengungkapkan sesuatu informasi bisa membahayakan keamanan, termasuk keamanan publik. Ini juga pada akhirnya terpulang pada Kode Etik Pribadi yang intinya wartawan harus melayani publik dengan memberi imbangan kepada kekuasaan, termasuk kekuasaan pemerintah.

Rindu pada Kebenaran. Setiap wartawan paham bahwa mereka harus bisa dipercaya. Tapi apakah kebenaran itu? Pertama-tama: apa yang dilaporkan harus merupakan hasil reportase yang akurat, misalnya bahwa apa yang dikatakan seorang sumber dalam interview adalah memang benar-benar seperti dikatakannya. Namun, wartawan yang rindu pada kebenaran tak puas hanya dengan itu. Dia menuntut diri untuk bisa menggali kebenaran, menyingkap lapisan-lapisan kejadian yang bisa menghalangi penglihatan publik pada kebenaran.
Untuk itu wartawan harus memiliki sikap tega terhadap orang atau tindakan yang merugikan masyarakat. Wartawan prihatin dengan para korban tindakan tak fair, ilegal serta diskriminatif. Mereka melihat tindakan seperti itu sebagai pencemar dalam masyarakat.
Untuk menyingkap kebenaran wartawan seringkali melakukan investigative reporting. Kadang dengan cara menyamar. Menyamar bukanlah tindakan yang etis, namun dibenarkan untuk situasi tertentu. Dalam situasi kritis, wartawan boleh menggunakan taktik atau teknik yang dalam situasi lain tidak etis. Namun, taktik seperti itu harus diberitahukan kepada pembaca.
Kebenaran hakiki barangkali tak pernah bisa ditemukan di dunia ini, namun seorang wartawan harus berusaha keras untuk mencapainya. Untuk itu ada sejumlah hal yang bisa menjadi Kode Etik Pribadi pula:
• Kesediaan untuk mengakui kesalahan.
• Berusaha keras mengikuti fakta, meski fakta itu bergerak ke arah yang tidak disukai atau tidak disetujuinya.
• Komitmen untuk senantiasa memperbaiki diri (belajar dan berusaha keras) sebagai wartawan sehingga bisa lebih baik melayani mereka yang berharap bahwa si wartawan adalah mata dan telinga mereka.
• Melawan godaan akan pujian, uang, popularitas dan kekuasaan jika itu semua berdiri di depan perjalanan menuju kebenaran.
• Tekad untuk membuat masyarakat menjadi tempat yang baik untuk semua anggotanya, terutama orang-orang muda di sekolah, mereka yang sakit, mereka yang miskin tanpa pekerjaan, mereka yang jompo tanpa harapan dan mereka yang menjadi korban diskriminasi.
Inti dari Kode Etik Pribadi adalah bahwa hanya masing-masing wartawan lah yang tahu apakah dia telah berusaha dengan keras dan memberikan yang terbaik atau tidak.
Kode Etik, baik yang bersifat organisasi maupun pribadi, adalah acuan moral. Seorang wartawan tidak bisa dihukum jika melanggarnya, namun dia bisa dikenai sanksi moral dari lingkungannya.


033. Apa itu pasal pencemaran nama baik (libel)?

Berbeda dengan Kode Etik, libel dan pelanggaran privacy kemungkinkan seorang wartawan atau korannya dituntut ke pengadilan.
Hukum pencemaran nama baik ditujukan untuk melindungi reputasi dan nama baik seseorang.
Libel adalah tindakan menerbitkan bahan-bahan palsu atau kasar yang menyebabkan:
• Kerugian finansial
• Merusak nama baik atau reputasi
• Merendahkan, mengakibatkan penderitaan mental
Seseorang yang bisa membuktikan bahwa dirinya dirugikan oleh sebuah berita atau foto bisa mengajukan tuntutan pasal pencemaran nama baik ini.
Tapi, jika wartawan menulis berita yang berdasar pada fakta, digali secara seksama, fair dan tak memihak, si wartawan tak perlu takut dengan tuntutan semacam itu. Kata kuncinya adalah akurasi (Lihat Bawah).
Ada tiga landasan yang bisa melindungi wartawan dari tuntutan pencemaran nama baik:
• Kebenaran: Jika seorang reporter bisa menunjukkan dan membuktikan bahwa bahan-bahan yang dikumpulkan adalah benar, orang yang menjadi sasaran bisa menuntut namun umumnya tidak berhasil.
• Privilege: Segala sesuatu yang diungkapkan secara publik dan resmi, baik di lingkungan legislatif atau judikatif, tak peduli apakah benar atau tidak, bisa ditulis dan dipublikasikan.
• Kritik yang Fair: Kritikus bisa menilai memberi komentar kepada suatu karya seniman, penulis, dramawan, atlet atau siapa pun yang menawarkan jasa pada publik. Namun, kritik harus didasarkan pada fakta dan tak boleh menyerang kehidupan pribadi individu yang karyanya dikritik.
Dari semua ''pelindung'' tadi, wartawan sama sekali tak perlu takut jika laporannya merupakan sajian dari sebuah peristiwa secara lengkap, fair, tidak memihak dan akurat.
Kebenaran bisa menjadi pelindung, namun niat baik tidak. Seorang wartawan mungkin tidak bermaksud mencemarkan nama orang, namun jika tulisan itu tidak bisa dibuktikan demikian, niat baik saja tidak bisa melindungi si wartawan.

034. Apa itu pelanggaran terhadap kehidupan pribadi (privacy)?

Privacy adalah hak individu untuk dibiarkan sendirian. Reporter tak boleh secara paksa memasuki rumah seseorang atau menggunakan alat perekam yang bisa melanggarkan hak pribadinya.
Untuk menggali berita, wartawan memang bisa mengumpulkan bahan tentang kehidupan pribadi orang-orang terntu yang bisa membuat perasaan tak enak pada yang bersangkutan. Koran secara rutin memberitakan tentang perceraian, penahanan dan pelanggaran lalu lintas. Reporter melakukan interview terhadap orangtua yang anaknya terbunuh dalam suatu kecelakaan. Koran juga memuat rincian kehidupan seksual bintang atau kebiasaan mencandu narkotik dan mabuk di kalangan atlet.
Cerita-cerita semacam itu bisa dipublikasikan karena orang-orang tadi terlibat dalam sebuah peristiwa berita. Sopir yang mabuk tak bisa berlindung dengan hak privacy jika dia tertangkap basah dan ditahan.
Namun, ketika pers menggali tindakan pribadi yang bukan merupakan bagian dari kepentingan publik atau tak mewakili kepentingan publik secara sahih, wartawan atau korannya bisa kesulitan jika tulisannya tidak akurat.
Privacy memberi orang hak orang untuk dibiarkan sendiri, kecuali jika orang yang bersangkutan terlibat dalam peristiwa berita.
Materi sensasional tentang kehidupan cinta, kesehatan, bisnis atau aktivitas sosial seseorang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak pribadi, namun itu bisa digunakan jika berkaitan dengan orang yang punya nilai berita, jika berkaitan dengan kepentingan publik, jika peristiwanya terjadi di ruang publik dan jika terungkap dalam dokumen publik -- tak peduli sensasionalnya.
Privacy juga melindungi orang dari tindakan menganggu. Wartawan tak boleh memasuki rumah sumber secara paksa. Mereka juga tak boleh menggunakan mikropon atau kamera tersembunyi.


Kode Etik Jurnalistik

Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak

Mengingat negara Republik Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum sebagaimana diamanatkan dalam penjelasan Undang-undang Dasar 1945, seluruh wartawan Indonesia menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan pancasila.

Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia(PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan Indonesia.
BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
Pasal 1
Wartawan Indonesia beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat kepada undang-undang Dasar Negara RI, kesatria, menjunjung harkat, martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara serta terpercaya dalam mengemban profesinya.
Pasal 2
Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang.
Pasal 3
Wartawan Indonesia pantang menyiarkan karya jurnallistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan memutar balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul serta sensasional.
Pasal 4
Wartawan Indonesia menolak imbalan yang dapat mempengaruhi obyektivitas pemberitaan.
BAB II
CARA PEMBERITAAN DAN MENYATAKAN PENDAPAT
Pasal 5
Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan, agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.
Pasal 6
Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.
Pasal 7
Wartawan Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.
Pasal 8
Wartawan Indonesia dalam memberitakan kejahatan susila (asusila) tidak merugikan pihak korban.
BAB III
SUMBER BERITA
Wartawan Indonesia menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita.
Pasal 10
Wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber atau obyek berita.
Pasal 11
Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita.
Pasal 12
Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.
Pasal 13
Wartawan Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan opini.
Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.
Pasal 14
Wartawan Indonesia menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan "off the record".
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
Wartawan Indonesia harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.
Pasal 16
Wartawan Indonesia menyadari sepenuhnya bahawa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.
Pasal 17
Wartawan Indonesia mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI.
Tidak satu pihakpun di luar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan Indonesia dan atau medianya berdasarkan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik indonesia.

Lampiran IV: KODE ETIK AJI (Aliansi Jurnalis Independen)
1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.
11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual.
13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan. (Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.)
15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.

puteriku

puteriku
Meidin Nazma Luthfiny

------tentang saya-------------

Foto saya
Saya adalah anak pertama dari tiga orang bersaudara,yakni Devie Indriyanti dan Galang Syifa Rachmadi. Orang tua saya berasal dari Jawa Barat tepatnya Sumedang. Ayah Saya bernama Chasli Sutisna dan Bunda saya Siti Nurjamilah. Sedangkan Istri tercinta bernama Revieta.

Albert Einstein

Albert Einstein
Albert Einstein (14 Maret 1879–18 April 1955) adalah seorang ilmuwan fisika teoretis yang dipandang luas sebagai ilmuwan terbesar dalam abad ke-20. Dia mengemukakan teori relativitas dan juga banyak menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistik, dan kosmologi. Dia dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Fisika pada tahun 1921 untuk penjelasannya tentang efek fotoelektrik dan "pengabdiannya bagi Fisika Teoretis".

-

Selamat Datang di Blog Denny Irawan

Arsip Blog